
Tahun Ajaran Baru Era Pandemi
Suyanto.id–Pemerintah telah mengambil keputusan penting untuk memulai tahun ajaran baru pada pertengahan Juli 2020. Meskipun demikian, bukan berarti sekolah akan diizinkan menyelenggarakan proses pembelajaran tatap muka di seluruh kawasan RI. Hanya sekolah yang berada di zona hijau, yang jumlahnya hanya meliputi 6% (85 Kabupaten/Kota), yang diperbolehkan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka dengan persyaratan harus mematuhi protokol kesehatan secara disiplin.
Penyelenggaraan pembelajaran di zona hijau ini tentu tidak mudah karena sekolah harus memprioritaskan keselamatan siswa, guru, dan tenaga kependidikan yang ada. Oleh karena itu, kepala sekolah harus memiliki kepemimpinan yang tangguh, partisipatif, transformatif, dan benar-benar melayani (memiliki servant leadership style) agar bisa dipastikan bahwa keamanan bagi komunitas sekolah dari penularan Covid-19 benar-benar terjaga.
Untuk melaksanakan pembelajaran di zona hijau ini pun memerlukan alokasi anggaran yang berbeda, karena sekolah harus menyediakan sarana cuci tangan dengan sabun secara memadai, menata tempat duduk di kelas sedemikian rupa agar physical distancing bisa dilakasanakan, memastikan anak-anak harus bisa dicek parameter kesehatannya sebelum masuk kelas dengan infrared thermometer, menyediakan masker bagi anak-anak yang tidak memilikinya, dan sebagainya. Untuk inilah pentingnya kepala sekolah memiliki kepemimpinan yang baik dan efektif serta didukung oleh guru yang memiliki kepemimpinan pembelajaran yang memberdayakan peserta didik.
Big Data Pendidikan
Bagaimana dengan sekolah yang berada di zona non-hijau? Sekolah yang berada di zona kuning, oranye, dan merah (zona non-hijau) cukup besar jumlahnya. Ini merupakan tantangan berat bagi sistem dan penyelenggara pendidikan kita pada tingkat satuan pendidikan. Mengapa demikian? Karena sebagian besar sekolah kita berada pada 94% zona non-hijau dari wilayah NKRI. Ini berarti bahwa sekolah yang bertebaran di 429 kabupaten/kota di wilayah Indonesia non-hijau.
Pendidikan kita saat ini juga memiliki big data dengan klasifikasi jumlah sekolah sebanyak 220.098; peserta didik sebanyak 44.621.547; guru yang riil mendapat penugasan mengajar saat ini sebanyak 2.720.778; tenaga kependidikan sejumlah 85.074, dan rombongan belajar sebanyak 1.848.658 (Dapodikdasmen, Rekap Nasional Semester Genap 2019/2020, 24 Juni 2020). Big data pendidikan itu harus menjadi pertimbangan dasar ketika pemerintah mengambil kebijakan pembelajaran, baik di zona hijau maupun non-hijau.
Jika kebijakan pendidkan di tahun ajaran baru nanti diambil tanpa memperhitungkan dampak pada big data pendidkan, tentu hal ini akan sangat merugikan bagi penyiapan kualitas sumber daya manusia Indonesia secara nasional untuk menyongsong Indonesia emas tahun 2045. Oleh karena itu, semua kebijakan yang terkait dengan pendidikan di masa pendemi pada tahun ajaran baru, baik itu menyangkut pembaharuan kurikulum, peningkatan profesionalisme guru secara berkelanjutan, pembelajaran daring, maupun pembelajaran tatap muka, semuanya harus didasarkan pada fakta dan data lapangan yang akurat dan valid. Mengapa begitu? Karena sekecil apa pun kebijakan, dampaknya akan luar biasa pada komponen big data pendidikan.
Kebijakan pendidikan tidak boleh diputuskan hanya dari pemikiran segelintir orang yang hanya duduk di belakang meja di Kementerian dengan hanya menggunakan asumsi-asumsi rasioanal tanpa melihat kondisi riil lapangan yang terdiri atas jutaan stakehorlder dari sebuah kebijakan. Kebijakan yang baik adalah yang memiliki terma operasional yang tidak multimakna dan multitafsir bagi stakeholder (Straub 2009). Kebijakan yang tidak melihat lapangan memiliki resiko yang begitu luas bagi pendidikan kita; baru berbicara aspek siswa kita saja, jumlahnya hampir sama dengan tiga kali penduduk Australia. Jumlah gurunya hampir sama dengan separoh penduduk Singapura.
Maka dari itu, kebijakan pendidikan di masa pendemi di tahun ajaran baru perlu dirumuskan dengan ektra hati-hati dalam menentukan agenda, perumusan kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi, dan evaluasinya. Tanpa kehati-hatian, akan menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian para stakeholder pendidikan di tingkat pelaksana dan subyek dari target kebijakan yang jumlahnya sangat besar.
Kebijakan pendidikan yang baik dan efektif di masa pendemi seperti ini tentu harus mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh komponen big data pendidikan secara efisien dan efektif, bisa memfasilitasi sekolah-sekolah, baik swasta maupun negeri untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik daring mapun tatap muka, dan juga mampu mengajak stakeholder untuk berpartisipasi secara aktif dalam mengimplementasikan kebijakan pndidikan di saat pandemi Covid-19 masih terjadi.
Pembelajaran Daring
Pembelajaran daring akan menjadi kebijakan utama pada sebagaian besar sekolah kita di zona non-hijau pada tahun ajaran baru. Karena menjadi kebijakan utama, maka pemerintah harus mengenali tantangan kebijakan secara komprehensif dilihat dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran itu. Jika kapabilitas unsur-unsur yang terlibat tidak dipetakan secara baik dengan berbagai kesiapan dan kapasitasnya, maka yang namanya kebijakan belajar daring akan hanya menjadi euforia, jauh dari realita dan cita-cita.
Dalam pembelajaran daring, banyak tantangan yang harus dihadapi. Tantangan utama adalah persoalan akses dan budaya siswa. Sebagian besar siswa tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk akses internet. Apalagi di daerah 3T, akses itu sangat sulit kalau tidak ingin mengatakan tidak ada sama sekali. Pemerintah harus segera membuat peta akses internet para siswa kita. BOS afirmasi perlu dihidupkan lagi agar siswa yang secara ekonomi tidak mampu mengakses jaringan internet bisa dibantu.
Dari aspek budaya, siswa dan guru juga memiliki masalah. Tidak bisa serta-merta siswa dan guru diminta click laptop atau telepon pintarnya, kalau mereka punya, lalu terjadi kegiatan pembelajaran daring dengan otomatis dan sesuai dengan prinsip pembelajaran jarak jauh. Dengan diberitahu platform pembelajaran, belum tentu terjadi interkoneksi antarorang, antarprogram, dan antarmesin seperti yang terjadi pada karakteristik budaya masyarakat di era Revolusi Industri 4.0. Pendek kata, aspek budaya ini harus juga menjadi bahan pertimbangan kebijakan pembelajaran daring.
Harus ada proses peningkatan kapasitas guru dan siswa untuk mengenali budaya daring agar mereka bisa memaanfaatkan IoT yang sedang marak saat ini. Selanjutnya, agar pembelajaran daring efektif, orang tua juga harus bisa belajar untuk berubah, mengembangkan growth mindset dalam new normal pembelajaran bagi putra-putrinya. Orang tua harus juga bisa mendengarkan anaknya ketika dia menghadapi kesulitan belajar, bisa bertindak sebagai shadow teacher, bisa menjadi model bagi habituasi karakter yang dikhawatirkan akan terabaikan dengan modalitas pembelajaran daring.
Konsekuensinya, guru dan sekolah perlu menciptakan sistem komunikasi resiprokal dengan orang tua siswa agar penanaman karakter bisa terjadi secara koheren, tidak kontradiksi dengan apa yang dirumuskan oleh guru dan sekolah. (*)
Penulis: Prof. Suyanto, Ph.D. (Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta)
Disalin dari Suyanto.id
Terbit pertama di Harian Kompas edisi 9 Juli 2020

Gerakan Pendidikan
Nadiem Makarim memperkenalkan jargon dengan kata penggerak untuk mentransformasi Pendidikan, mulai dari guru penggerak, sekolah penggerak, hingga organisasi penggerak.
Asumsinya berbagai macam gerakan ini akan mempercepat transformasi pendidikan. Sekadar bergerak tanpa tujuan jelas bisa menyesatkan. Apalagi kalau yang bergerak hanya elitenya.
Transformasi, menurut Nadiem dimulai dari guru. Dari berbagai penjelasannya di media, sambutan, dan dialog di hadapan publik, yang dimaksud guru penggerak adalah pendidik yang memiliki kompetensi dan pengetahuan mahir di bidang yang diampunya. la dapat membimbing dan melatih guru-guru lain. Kepala sekolah harus diangkat dari guru penggerak agar menjadi sekolah penggerak.
Guru pelatih
Dalam beberapa kali pertemuan antara Badan Standar Nasional Pendidikan dan Mendikbud, Nadiem selalu menegaskan guru hanya bisa dilatih oleh guru. Guru hanya bisa dilatih oleh mereka yang piawai dan berpengalaman sebagai guru. Dengan konsep inilah, Nadiem membuka terobosan format pelatihan guru yang dibuka pada Lembaga non-perguruan tinggi (PT) untuk melatih guru yang ia sebut sebagai organisasi penggerak. lni adalah organisasi masyarakat yang bergiat di pelatihan dan pengembangan guru.
Selama ini, bebe rapa sistem pelatihan guru misalnya untuk Pendidikan Profesi Guru, dipercayakan kepada PT yang mengelola Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Pelatihan oleh LPTK mungkin dianggap terlalu teoretis, kurang relevan dengan kebutuhan, serta tak efektif karena diajar oleh para dosen yang dianggap kurang mengenal dinamika dan kompleksitas kelas. Pelatihan oleh PT dianggap kurang mampu melahirkan guru penggerak.
Pernyataan bahwa guru hanya bisa dilatih oleh guru berpengalaman bisa dipahami dengan baik apabila diletakkan dalam konteks praktik mengajar sebagai ilmu terapan. Asumsinya, kemahiran guru hanya dapat terbentuk dari kumpulan pengalaman yang direfleksikan terus-menerus (Moo, n 2005). Memberi prioritas pada ilmu terapan tak berarti abai pada peranan akademia sebagai domain PT. Para profesor di universitas bisa saja terlalu fokus pada teori ketimbang praktik saat melatih guru. Namun, benar juga bahwa para profesor di universitas, karena pengalaman akademiknya, memiliki keistimewaan dalam teori sebagai akademia (Murphy, 2007).
Karya para akademisi memang cen derung lambat, hati-hati, melalui pendekatan sistematik berbasis bukti ilmiah berdasarkan pendekatan yang telah dibangun oleh para sarjana sebelumnya dan bertanggung jawab menunjukkan keterbatasan-keterbatasan praktik dan daerah abu-abu. Sebaliknya, para pengambil kebijakan praktis dan guru cenderung mengutamakan pengetahuan yang dapat secara langsung menyelesaikan persoalan jangka pendek.
Akibatnya, intisari pengetahuan yang dapat diterapkan secara langsung lebih diutamakan daripada persoalan yang membutuhkan refleksi dan studi jangka panjang (Kochan, et al 2002: 290, Black &Haines, 2018). Trial and error dalam pengajaran memang bisa membawa kemajuan tetapi tak akan mendalam ka rena tak disertai pengalaman merefleksikan praktik dalam terang teori pendidikan yang kokoh. Padahal apabila diperkaya pemahaman teori yang kokoh, berdasarkan hasil riset dengan metode yang rigor, inovasi pembelajaran akan kuat, dapat digeneralisasi sehingga lebih mudah dibagikan.
Menjembatani dua domain antara teori dan praktik untuk transformasi pendidikan sangatlah fundamental. PT tetap memiliki fungsi kritis dan strategis dalam transformasi pendidikan. Menisbikan peran PT dalam pengembangan profesional guru dan lebih memercayakan kepada organisasi penggerak yang tak jelas kompetensi dan keahliannya akan membahayakan kinerja pendidikan. Menjembatani universitas dan kelas tentu opsi yang lebih menjanjikan daripada membuka peluang pada organisasi non-PT yang secara praktik dan teori kredibilitasnya dipertanyakan.
Tim Elite
Kelemahan mendasar konsep guru penggerak adalah sifatnya yang elitis. Mereka inilah yang pantas menjadi kepala sekolah agar sekolahnya menjadi sekolah penggerak karena kemampuannya menjadi pemimpin instruksional. Konsep kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional sudah muncul sejak awal 1980-an ketika era standardisasi dan akuntabilitas semakin kuat muncul di AS (Edmonds, 1979; Leithwood & Montgome ry, 1982). Konsep ini muncul seiring diperkenalkanny kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah yang mem berikan otonomi sekolah dalam mengelola pembelajaran.
Konsep Nadiem tentang kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional masih fokus pada pemimpin instruksional dalam arti sempit (Sheppard,1996).
Meskipun di kalangan akademisi belum ada kesepakatan tunggal tentang definisi pemimpin instruksional para pendukung konsep ini memahami kepemimpinan instruksional sebagai keberadaan pemimpin sekolah yang membimbing para guru agar terlibat dalam aktivitas yang secara langsung memengaruhi pembelajaran dan perkembangan pe serta didik (Davidson 1992; Duke, 1987;
Leithwood et al, 1999; Marzano et al, 2005). Sementara dalam arti luas, kon sep ini mengacu pada semua kegiatan yangdilakukan kepala sekolah yang berkontribusi pada pemelajaran siswa (Donmoyer and Wagstaf,1990).
Sejak tiga dekade lalu, model kepemimpinan instruksional dalam arti sempit berfokus pada kegiatan belajar di kelas semata, mulai dipertanyakan efektivitasnya dan mendapat banyak kritik. Apalagi era standardisasi telah mereduksi kegiatan instruksional pada parameter keberhasilan melalui ujian standar. lronisnya, di Indonesia ujian standar seperti ujian nasional dihapuskan, tetapi kita malah terjebak pada ujian standar global PISA sebagai acuan keberhasilan tujuan pembelajaran. Ini mereduksi tujuan besar pendidikan nasional.
Faktanya, peranan kepala sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar ternyata tak seperti yang dikira sebelumnya. Marzano, et al (2005) misalnya menemukan, peranan kepala sekolah dalam konteks peningkatan prestasi siswa porsinya hanya 25 persen. lni berarti 75 persen kegiatan kepala sekolah tak terkait langsung dengan kegiatan instruksion,al misalnya penguatan motivasi guru, penciptaan kedisiplinan sekolah, pengembangan profesi guru, kolaborasi dengan orangtua dan masyarakat pengembangan budaya sekolah menciptakan iklim pemelajaran ramah dan nyaman. Keberhasilan pendidikan bukan monopoli peran kepala sekolah semata. Banyak riset kemudian menemukan faktor lain yang juga berpengaruh, seperti gaya kepemimpinan terbagi (shared lea dership), kepemimpinan guru (teacher leadership), kepemimpinan terdistribusi (distributed leadership), dan kepemim pinan transformasional (transformatio nal leadership).
“Munculnya model-model ini mengindikasikan adanya ketidakpuasan yang semakin besar pada model kepemimpinan instruksional yang dipercaya banyak orang terlalu terfokus pada kepala sekolah sebagai pusat keahlian, kekuatan, dan kekuasaan” (Hallinge r, 2003, 330; Stewart, 2006). Kelemahan utarna model kepemimpinan instruksional adalah pendekatan top-down (Urick, 2012), hanya ada satu lakon dan pahlawan, kepala sekolah. Faktanya, kepemimpinan disekolah sifatnya menyebar dan ada di mana-mana (Sergiovannie, 1994, 2001), tak bisa ditumpukan pada seorang kepala sekolah saja (Rajbhandar 2014). Dengan kata lain, model kepemimpinan instruksional yang terpusat dan elitis sudah tak memadai lagi.
Alternatif Transformasi
Alih-alih mencari guru penggerak untuk diangkat sebaga i kepala sekolah, ada alternative lain untuk transformasi pendidikan, yaitu melalui guru pemimpin dan mengembangkan pembiasaan merefleksikan praktik (reflexilee practice) dalam kebersamaan komunitas sekolah (Gibbs, 1998; Moo, n 2005). Meskipun sama-sama bisa disebut sebagai pemimpin sekolah (school leader), konsep guru pemimpin sangat berbeda dengan guru penggerak. York-Barr dan Duke’s (2004) mendefinisikan kepemimpinan guru sebagai sebuah proses di mana para guru baik individual maupun kolektif, memengaruhi sesama guru, kepala sekolah, dan anggota komunitas sekolah lain untuk memperbaiki praktik pengajaran dan pemelajaran yang tujuannya adalah meningkatkan kualitas belajar dan prestasi siswa. Konse p guru pemimpin lebih luas dan lebih strategis daripada sekadar guru penggerak ala Nadiem
Lebih dari itu, dalam perjalanan kariernya, tak semua guru ingin jadi kepala sekolah. Tak semua guru mahir tertarik pada jabatan ini. Guru mahir yang di hargai dengan insentif dan remunerasi setara dengan kepala sekolah sudah merupakan apresiasi yang luar biasa. Tidak semua guru ingin berkarier sebagai kepala sekolah. Memaksa guru menjadi kepala sekolah bisa kontraproduktif. Ke pemimpinan pada hakikatnya adalah tanggapan seorang pemimpin pada per soalan kontekstual sehingga tujuan organisasi tercapai. Kemampuan memahami konteks dan merefleksika praksis pendidikan kunci penting transformasi.
Berhadapan dengan situasi yang kompleks, tidak pasti, selalu berubah, dan ambigu, yang perlu diperkuat adalah peranan setiap pelaku. Karena itu, model kepemimpinan pendidikan yang tersebar (distributed leadership) yang didukung oleh sikap reflektif terhadap praksis akan lebih efektif. Setiap individu perlu belajar memahami situasi untuk menjawab persoalan melalui evaluasi dan refleksi secara terus-menerus agar menemukan jalan-jalan terbaik dalam kebersamaan dengan semua warga sekolah demi tercapainya tujuan besar pendidikan. Pekerjaan besar ini tidak cukup apabila hanya mengandalkan kehadiran guru penggerak, kepala sekolah sebagai pernimpin instruksional dan organisasi penggerak.
Sekolah bukan milik guru penggerak, juga bukan kepunyaan kepala sekolah penggerak saja, apalagi organisasi penggerak. Transformasi pendidikan hanya mungkin apabila ada keyakinan bah wa setiap individu mampu menjadi pemim pin. Dan setiap pemimpin belajar dari kepemimpinan orang lain melalui dinamika kehidupan kontekstual dalam keseharian di sekolah. Elitisme pendidikan tidak akan mampu mempercepat pencerdasan kehidupan bangsa.
Penulis: Doni Koesoema A., M.Ed. (Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan)
Terbit pertama di Harian Kompas edisi 10 Juli 2020

Analisis KR Tahun Ajaran Baru
Suyanto.id–Pandemi Covid-19 membuat ketidakpastian di semua sistem kehidupan. Hal ini membuat kalang kabut perencanaan dalam banyak program layanan yang harus dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam ketidakpastian itu tujuan penting perencanaan negara harus ditujukan untuk menjamin keselamatan warga semaksimal mungkin.
Dalam konteks ini, negara harus melaksanakan mandat imperatif dari pembukaan UUD RI 1945 di alinea IV yang berbunyi: “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia…” Mandat ini penting untuk kita lihat kembali agar pada masa pendemi ini, negara, pemerintah dan masyarakat bersatu padu untuk melawan Covid-19 secara sinergis dan terkoordinasi dalam satu visi dan tujuan: melindungi segenap bangsa dari gempuran Covid-19.
Apa relevansi dengan wacana yang muncul untuk mengubah tahun ajaran baru menjadi Januari? Relevansinya ialah agar kita bisa memberi perlindungan maksimal kepada para siswa kita dari ancaman tertular Covid-19. Artinya jika kita mewacanakan perpindahan tahun ajaran dari Juli menjadi Januari ada rasional yang kuat, yaitu untuk melindungi para siswa dari tertularnya Covid-19. Bagaimana rasionalnya?
Kalau kita mau melawan Covid-19 dengan efektif tentu harus berbasis data, bukan berbasis ilusi dan halusinasi. Data di situs Covid19.go.id menunjukkan percepatan penularan di negeri ini masih tinggi. Kurva penyebaran Covid-19 belum mendatar. Data 28 Mei menunjukkan bahwa korban terkonfirmasi positif sebanyak 24.538; dalam perawatan 16.802. Penyebaran di provinsi kalau kita ambil 10 paling banyak adalah: DKI 28,5%; Jawa Timur 17,6%; Jawa Barat 8,9%; Sulawesi Selatan 5,8%; Jawa Tengah 5,4%; Sumatera Selatan 3,8%; Banten 3,4%; Kalimantan Selatan 3,3%; Papua 2,4% dan Nusa Tenggara Barat 2,3%.
Jika bulan Juli nanti tetap menjadi tahun ajaran baru, berarti sekolah dan perguruan tinggi akan melakukan penerimaan siswa dan mahasiswa baru. Kalau hal ini tetap dilaksanakan berarti ada mobilitas manusia dalam jumlah yang besar di seluruh tanah air menuju tempat yang namanya sekolah atau kampus. Jumlah siswa dan mahasiswa saat ini sekitar 57 juta. Ini angka sangat besar terkait kehidupan nyawa mereka yang harus dilindungi negara.
Bentuk perlindungan yang sangat esensial saat ini adalah menjaga jarak yang aman dan menghindari kerumunan dalam satu konsentrasi di suatu lokasi yang namanya sekolah atau kampus perguruan tiggi.
Cuci tangan dengan sabun juga merupakan pencegahan yang efektif untuk masuknya virus Korona ke dalam tubuh seseorang. Jika bulan Juli nanti sekolah resmi dibuka, dan menerima murid dan mahasiswa baru, ada risiko bahwa social distancing sulit dilaksanakan secara sempurna dan protokol Covid-19 sulit dilakukan secara taat asas, terutama di sepuluh besar propinsi korban Covid-19 itu. Apalagi jika 57 juta siswa dan mahasiswa masuk ke sekolah di bulan Juli, kemungkinan besar penjalaran virus Korona belum mendatar kurvanya.
Implikasinya, sekolah harus memastikan bahwa bisa memberi perlindungan kepada para siswa sesuai dengan protokol pencegahan penularan virus. Seperti harus tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang memadai agar siswa tidak berdesakan antrenya, harus mendisiplinkan siswa menggunakan masker, membuat tempat duduk siswa di ruang kelas berjarak aman satu sama lain dan sebagainya. Sebagai protokol ini sulit dipenuhi dengan baik oleh semua sekolah.
Tidak ada buruknya, wacana pindah tahun ajaran baru dari Juli mundur ke Januari, dipertimbangkan pemerintah pusat. Sambil berjuang untuk membuat kurva penyebaran menjadi landai dan menurun sampai titik nol di bulan Desember. Kalau ini dilaksanakan berarti kita memang harus mengorbankan satu semester bagi siswa untuk tidak masuk sekolah, demi kesehatan mereka. (*)
Penulis: Prof. Suyanto, Ph.D. (Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta)
Disalin dari Suyanto.id

Pendidikan di Masa Sulit
Suyanto.id–Pandemi Covid-19 meluluhlantakkan banyak hal dalam kehidupan. Dunia akan mengalami kemunduran ekonomi bersama. Meski demikian, kemunduran ekonomi yang sedang dan akan diderita pasti berbeda-beda, sesuai kekuatan fondasi ekonomi setiap negara. Kemunduran itu terjadi karena semua negara harus menangani merajalelanya Covid-19 yang sedang mewabah.
Celakanya, semua program yang harus dipakai dalam menghadapi ganasnya Covid-19 memiliki sifat yang mendestruksi pilar-pilar penting ekonomi. Lalu, bagaimana dengan pendidikan kita saat ini? Apakah ia juga ikut menderita seperti sektor ekonomi? Jawabnya, ya. Sektor ekonomi dan sektor pendidikan memiliki hubungan yang simetris, saling memengaruhi, dan saling tergantung.
Kesulitan pendidikan
Saat ini praksis pendidikan berjalan tidak normal akibat ada gangguan virus ganas korona. Sekolah dan juga perguruan tinggi ditutup dalam rangka melaksanakan program pemerintah untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 melalui pembatasan sosial. Implikasinya, peserta didik harus belajar di rumah masing-masing. Apa yang terjadi dengan program mendadak seperti itu? Ada persoalan yang dihadapi sektor pendidikan.
Dari aspek kultural, jelas peserta didik kita sebagian besar tidak siap untuk belajar mandiri dari rumah. Ada di antara mereka yang justru menganggap belajar di rumah identik dengan libur sekolah sehingga tidak semua siswa bisa belajar di rumah dengan kesadaran dan motivasi yang tinggi.
Hal yang paling jelek lagi jika budaya belajar di lingkup keluarga tidak ada, maka anak-anak kita tidak mendapat dukungan yang kondusif dari para orang tua. Bahkan orang tua sebagian besar tidak siap membimbing putra-putrinya belajar di rumah. Banyak anak mulai rindu masuk sekolah karena di rumah tak terfasilitasi belajarnya dan juga mereka kehilangan ikatan psikologis dan sosial dengan teman, guru, dan komunitas sekolah.
Hanya anak-anak dari kalangan sosial ekonomi menengah ke atas yang memiliki kemungkinan mendapat dukungan orang tua mereka dengan memadai dan mungkin bahkan hampir sempurna. Dari kalangan kelompok ekonomi berada, anak-anak bisa mendapatkan dukungan orang tua berupa akses untuk belajar online (daring) tanpa batas, di samping orang tua mereka memang telah membudayakan kegiatan belajar di tingkat keluarga.
Dari kalangan ini anak-anak bisa akses ke berbagai platform pembelajaran daring yang berbayar sekalipun. Hal ini terjadi terutama di kota-kota besar. Di kota-kota kecil, ada peluang anak-anak bisa akses ke online, tetapi tidak sebebas anak-anak di kota besar dari kelompok orang yang berada. Banyak anak dan orang tua memiliki ponsel pintar yang bisa digunakan untuk akses ke situs-situs yang menawarkan program belajar daring, terutama yang tak berbayar, seperti Rumah Belajar milik Kemendikbud.
Meskipun demikian, mereka sangat terbatas kemampuannya untuk akses karena rendahnya daya beli untuk paket data internet. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini perlu ada bantuan kepada siswa-siswa yang tidak bisa beli paket data.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) keuangan dan stimulus untuk menghadapi Covid-19. Sejumlah Rp405,1 triliun telah dianggarkan dengan alokasi Rp150 triliun untuk pemulihan ekonomi, Rp75 triliun untuk kesehatan (melawan Covid-19), Rp110 triliun jaring pengaman sosial, dan Rp70,1 triliun insentif perpajakan.
Dari perppu itu nyata benar bahwa sektor pendidikan di masa sulit ini belum dianggarkan untuk subsidinya. Oleh karena itu, Kemendikbud perlu memindahkan dana-dana yang dialokasikan untuk program nonprioritas menjadi program subsidi belajar daring, baik untuk paket data maupun untuk perangkat keras yang diperlukan siswa dari keluarga tidak mampu.
Demikian pula dana UN yang dibatalkan, juga bisa digunakan untuk membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu agar bisa ikut belajar secara daring atau paling tidak belajar melalui grup WA. Mengapa hal ini harus dilakukan? Karena kita tidak tahu kapan Covid-19 bisa ditaklukkan secara total sehingga anak-anak bisa belajar kembali secara normal di sekolah.
Modal sosial
Bisakah kita mengabaikan pendidikan di masa sulit ini? Tentu tidak. Jika pendidikan di masa sulit ini tidak juga diberdayakan seperti program pemulihan ekonomi, akan muncul benih-benih disparitas dalam arti kualitas dan kuantitas. Disparitas yang paling dirasakan semakin melebar nanti adalah Jawa-luar Jawa. Kemudian akan disusul bentuk-bentuk lain disparitas, seperti desa-kota, kota besar-kota kecil, kabupaten-kota.
Bahkan tidak tertutup kemungkinan akan muncul disparitas berbasis jender. Dalam keadaan ekonomi yang sulit, sehingga sumber daya yang dimiliki keluarga sangat minim, keputusan untuk tidak menyekolahkan akan jatuh pada anak perempuan.
Anak laki-laki akan menjadi prioritas untuk mendapatkan pendidikan. Kalau hal ini semua terjadi, dalam jangka panjang akan terjadi persoalan dalam pembentukan modal sosial di masyarakat. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, modal sosial yang tinggi di masyarakat sangat penting. Tanpa ada modal sosial memadai, program-program yang dilakukan pemerintah akan menghadapi fenomena resistensi.
Apa sebenarnya modal sosial? Modal sosial menurut Thomas Sander (2015) merupakan nilai-nilai kolektif yang dipahami bersama oleh semua jalinan sosial dalam masyarakat dan kecenderungan-kecenderungan yang muncul darinya untuk bertindak satu sama lain atas dasar norma resiprositas.
Modal sosial pada akhirnya sangat bertumpu pada sebuah kebermanfaatan yang bersumber dari kepercayaan, prinsip resiprositas, informasi, dan kerja sama dari jaringan-jaringan sosial yang ada. Modal sosial mampu menciptakan nilai-nilai yang dipegang teguh secara bersama dalam masyarakat.
Jika pendidikan kita penuh dengan disparitas, maka sulit untuk menumbuhkan modal sosial dalam masyarakat. Bahkan tidak tertutup kemungkinan masyarakat kita akan menderita defisit modal sosial. Ini sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kalau kita mengalami defisit modal finansial, pemerintah bisa mencari utangan ke lembaga keuangan dunia. Sebaliknya, jika kita mengalami defisit modal sosial, kita tak bisa meminjam ke negara lain untuk menutupinya. Oleh karena itu, dalam masa sulit Covid-19 ini, pendidikan hendaknya juga menjadi perhatian yang tinggi agar dalam jangka panjang tak memicu terjadinya defisit modal sosial. (*)
Penulis: Prof. Suyanto, Ph.D. (Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta)
Disalin dari Suyanto.id

Selamat Jalan Ujian Nasional
Ujian Nasional, yang tersohor dengan sebutan UN akan menemui titik ajalnya. Semoga ia husnul khatimah. Kematian UN ini mengundang pro kontra, ada yang menangisi, dan ada pula yang menyukuri. Bisa juga UN tidak mati, tetapi sekedar berpisah dengan kita, dengan sistem pendidikan nasional. Siapa tahu di masa depan dia kembali lagi bersama kita karena perubahan jaman.
Sebelum berpisah, tahun ini masih dilaksanakan dengan jadawal di bulan Maret dan April. Jadi tahun ini, tahun perpisahan, UN masih sempat mengunjungi sekolah-sekolah kita di seluruh tanah air untuk mengetes bagaimana para siswa kita memiliki capaian belajar di akhir masa belajarnya. Inilah secara rinci jadwal UN tahun ini yang masih menghadiri siswa siswa kita yang berada di tahun terakhir pada setiap satuan pendidikan. Untuk 16 Maret 2020 giliran pertama adalah siswa-siswa SMK. Mereka harus menempuh UN sampai tanggal 19 Maret dengan mata uji: Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Teori Kejuruan. Berhubung ada pandemi Covid-19, ada sekolah-sekolah yang tidak bisa mengikuti secara penuh UN SMK karena kebijakan Pemda yang menutup sekolah dalam rangka melakukan social distancing. Kemudian disusul satuan pendidikan SMA/MA nanti tanggal 30 Maret sampai dengan 2 April 2020 dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan satu mata pelajaran jurusan. Ada juga UN untuk Paket C yang akan diselenggarakan tanggal 4 – 7 April 2020. Selesai Paket C, dilanjutkan dengan UN SMP/MTs nanti tanggal 20 – 23 April 2020, dengan mata uji Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Akhirnya UN untuk Paket B akan dilaksanakan tanggal 2 – 4 Mei 2020. Untuk UN SMA/MA, SMP/MTs, Paket B dan C akan menghadapi kendala pelaksanaannya akibat mulai tanggal 15 Maret banyak sekolah di liburkan agar siswa belajar dirumah tidak keluar rumah untuk tujuan pencegahan penularan Covid-19. Banyak usulan dan pertanyaan dari Dinas mengenai apakah UN bisa dijadwal ulang. Badan Standar Nasional Pendidikan akan segera merumuskan kebijakan untuk menghadapi situasi terakhir berkaitan dengan pandemi Covid-19.
Peran UN
Ujian nasional jatuh bangun perannya dalam dunia pendidikan di Republik ini. Hal ini tergantung arah pemikiran petinggi negeri ini, terutama petinggi bidang pendidikan. Bahkan karena begitu strategis dan seksinya persoalan UN, maka setiap pergantian menteri UN selalu saja menjadi trending topic untuk menetapkan kebijakan terkait dengan bagaimana penilaian terhadap prestasi siswa dan sistem pendidikan ini harus dilakukan. Awalnya, ada saat-saat UN ikut menentukan dalam kebijakan itu, walaupun tidak pernah satu satunya penentu. Meskipun demikian UN selalu saja dituduh tidak layak untuk menentukan kelulusan karena tidaklah sesederhana itu mengukur kelulusan siswa hanya dengan UN. Sebenarnya UN tak pernah menjadi alat penentu kelulusan secara tunggal. Ketika memakai UN, tetap saja kelulusan harus dipadukan dan dilihat dengan aspek lain yang harus dilakukan dan dikuasai siswa seperti harus mengikuti proses belajar, harus mendapatkan paling tidak nilai baik untuk kepribadian, olah raga dan kesehatan. Hanya saja faktor-faktor karakter di luar UN itu gagal dilaksanakan untuk menentukan kelulusan oleh sekolah karena sekolah tidak mau repot-repot berurusan dengan siswa secara individu jika terjadi perbedaan persepsi dalam evaluasi karakter di sekolah.
Ujian nasional meskipun dicaci maki sebenarnya ia telah membantu membangun sistem umpan balik pada sekolah, siswa dan guru terkait efektivitas pembelajaran dan sistem pelayanan sekolah sebagai sebuah sistem terhadap stakeholdernya. Dengan adanya UN yang digunakan untuk menentukan kelulusan maka ujian itu meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, meningkatkan motivasi guru untuk mengajar dengan lebih baik, dan juga mampu membangun kesadaran orangtua terhadap proses belajar anak-anaknya di rumah. Bahkan dengan nilai UN itu kita bisa membandingkan kualitas sekolah secara nasional. Tidak itu saja, Pemerintah Daerah sebagai penguasa pendidikan di daerah, juga bisa membandingkan mutu pendidikan antar sekolah di wilayah kekuasaannya. Begitu juga kepala sekolah bisa memanfaatkan hasil UN untuk melakukan peningkatan profesionalisme guru di sekolah masing-masing terkait proses pembelajaran. Lebih jauh gurupun juga bisa merefleksikan proses pembelajarannya dengan melihat dan menganalisis hasil UN sampai pada pokok bahasan mana yang sekiranya masih lemah dan perlu pembenahan lebih lanjut. Setelah UN tidak ada, sudah menemui ajalnya tahun ini, kita tidak tahu dengan alat apa kualitas pendidikan nasional akan dilihat dan dievaluasi. Apalagi dengan kebijakan Merdeka Belajar, USBN juga ditiadakan. Urusan uji menguji dan evaluasi di sekolah akan bukan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat secara nasional. Akhirnya sistem pendidikan kita tidak akan memiliki instrumen peniaian yang hasilnya bisa menjadi indikator kualitas yang bisa dibandingkan secara lokal, maupun nasional. Keadaan ini akan merepotkan sekolah untuk menentukan kriteria penerimaan peserta didik baru dengan sistem zonasi di mana kriteria kualitas akan diperbanyak sampai 30%. Ketika banyak orang mempertanyakan kebijakan penghapusan UN dalam konteks evaluasi pendidikan, ternyata UN akan ditakdirkan bisa reinkarnasi: UN tidak dihapus, tetapi diganti dengan merk baru: AKM (Asesmen Kompetensi Minimal) untuk siswa secara nasional. Seperti apa penampakannya? Kementerian masih akan mengembangkannya melalui aspek-aspek literasi, numerasi dan survey karakter secara nasional.
Penulis: Prof. Suyanto, Ph.D. (Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta)

Monitoring Evaluasi UNBK SMK di Provinsi Sumatera Utara
Pelaksanaan UNBK SMK sejak hari-1 sampai hari ke-3 di Sumatera Utara berjalan dengan lancar sesuai dengan POS UN yang diterbitkan oleh BSNP. Ki Dr. Saur Panjaitan XIII, sebagai anggota BSNP yang ditugaskan ke Sumatera Utara sempat mengunjungi beberapa SMK, baik SMK Negeri maupun SMK Swasta, antara lain:
- SMK Negeri 1 Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara,
- SMK Negeri 1 Lubuk Pakam, Deli Serdang Sumatera Utara,
- SMK Swasta Muhamadiyah 10 Kisaran, Asahan,
- SMK Swasta Asahan,
- SMK Tamansiswa Medan, dan
- SMK Teladan Medan.
Kunjungan ke sekolah dalam rangka Monitoring Evaluasi UNBK didampingi langsung oleh Bapak Saut Aritonang, M.Pd dari unsur Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, Bapak Jumadi, SPd, MM selaku Kepala Cabang Dinas Kabupaten Asahan serta Pengawas SMK Bapak Kornelis Manik.
Dari pemantauan di lapangan, diketahui bahwa sarana pendukung komputer dan listrik cukup memadai. Pelaksanaan Ujian pada umumnya dilakukan secara bertahap sebanyak 3 sesi dan 2 sesi tergantung dari jumlah siswa peserta UNBK. SMK Negeri 1 Kisaran, SMK Negeri 1 Lubuk Pakam, SMK Teladan Medan melaksanakan UNBK sampai 3 sesi karena jumlah siswanya mencapai 300 orang siswa. Sedangkan untuk siswa yang berkisar 100 orang, melaksanakan ujian sebanyak 2 sesi, yaitu SMK Muhamadiyah , SMK Tamansiswa dan SMK Swasta Asahan.
Dukungan dari pengawas juga cukup baik, dimana pengawas ruang ujian dilakukan secara silang, yaitu berasal dari sekolah lainnya dan bukan merupakan guru bidang studi yang sedang diujikan. Kepala Sekolah cukup kooperatif, disamping berkeliling ke lapangan, pemantauan ujian dilaksanakan melalui CCTV di kantor Kepala Sekolah.
Pada saat dilakukan wawancara kepada siswa yang telah selesai melaksanakan ujian, terlihat para siswa cukup antusias mengikuti UNBK. Menurut para siswa, materi yang diujikan cukup sesuai dengan materi yang diajarkan selama ini di sekolah. Tingkat kesulitan materi ujian standar, ada yang mudah dan ada juga yang agak kesulitan menjawabnya. Khusus untuk soal-soal yang kalimatnya panjang dan berupa penalaran, para siswa sangat tidak menyukainya dan menganggap sangat sulit. Ada yang mengatakan soal tersebut membingungkan. “Capek membaca soalnya, padahal jawaban sangat singkat” demikian kata siswa yang diwawancarai. Bahkan ada siswa yang mengatakan soal tersebut membuat mereka mengantuk.
Namun pada tanggal 17 Maret 2020, Gubernur Sumatera Utara menerbitkan Surat Edaran Nomor 440/2666/2020 tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap Resiko penularan infeksi virus disease (Covid-19) di Sumatera Utara, yang menyatakan bahwa untuk mencegah penyebaran virus corona, para siswa diliburkan di Sumatera Utara, kecuali yang melaksanakan UNBK baik untuk SMK maupun UN SMA tetap berjalan sesuai jadwal. Dengan terbitnya Surat Edaran Gubernur tersebut beberapa siswa mulai khawatir. Untuk mengatasinya, pihak sekolah cukup tanggap dan meresponnya dengan baik, meminta anak-anak untuk menjaga kebersihan dan mencuci tangan secara bersih. Pihak sekolah, seperti SMK Tamansiswa Lubuk Pakam menyikapinya dengan memfasilitasi alat pembersih cuci tangan sebelum dan sesuadah melaksanakan Ujian.

Standar Pendidikan dan Merdeka Belajar
Mungkin menjadi pertanyaan di mana letak standar nasional pendidikan dalam era merdeka belajar di mana siswa mengoptimalkan bakatnya dan interestnya dengan mestinya kebebasan memilih bidang-bidang pelajaran. Merdeka belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa dan mahasiswa memilih pelajaran yang diminati, dengan asumsi bahwa mengoptimalkan bakatnya maka semua orang akan memberikan sumbangan terbaik dalam bekarya, maka masyarakat akan menjadi lebih maju.
Pada tahun 1996 diluncurkan KTSP kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mungkin selaras dengan sekolah merdeka. Dalam KTSP sekolah diberi kewenangan menggali potensi daerah dan potensi SDM yang dimiliki sehingga sekolah bisa menawarkan mata pelajaran terbaik kepada siswa. Siswa atau masyarakat akan memeroleh peta jika ingin belajar bidang A terbaik ke sekolah X, bidang B ke sekolah Y. Saat itu KTSP tdak terlalu sukses karena guru dan kepala sekolah kurang memiliki pengalaman dalam menyusun kurikulum dan ujian nasional menyita perhatian sekolah untuk menjadi sasaran pencapaian. Sehingga sekolah terkenal hampir memiliki keseragaman yaitu ranking ujian nasional. Tidak ada sekolah terkenal karena unggul dalam bidang studi tertentu misal unggul dalam seni, olah raga, atau TIK.
KTSP ternyata tidak mampu melahirkan kurkulum yang memberikan mapel-mapel khusus, misalnya di Kalimantan tentang potensi lahan dan energi, kehutanan, perkebunan, minyak, gas bumi, dan batu bara. Diduga karena guru mengenai bidang ini tidak ada. Sekolah tidak memiliki wewenang merekrut guru dengan latar belakang seperti di atas. Dengan otonomi daerah seperi sekarang sekolah merdeka atau KTSP mestinya mampu melakukan penyusunan kurikulum yang merdeka dengan munculnya berbagai kekhususan yang riel di berbagai sekolah. Standar guru mungkin perlu direvisi dengan mengijinkan 10 sampai 20 persen guru bidang non konvensional.
Peran Standar Nasional
Konstiusi dan perundangan serta penjabarannya pada Standar Nasional Pendidik, SNP mengamanatkan Trilogi Pendidikan yaitu keagamaan, kebangsaan, dan ilmu pengetahuan. Dua materi ajar yang pertama tidak boleh diotonomikan atau dimerdekakan karena bisa membahayakan negara yang merupakan tujuan yang lebih luas.
Keagamaan menjadi amanat kosntitusi menjadi pilihan jati diri kemajuan yang berbeda dari kemajuan yang dipelopori Barat yang sekular, pemisahan antara agama dan publik, dan sekarang kemajuan China yang meniadakan agama dalam ranah publik, Indonesia memilih memadukan agama dalam ranah kebangsaan melalui pendidikan. Untuk tujuan tersebut di atas negara mengangkat hampir 200 ribu guru agama ditambah dengan yang diangkat oleh lembaga seperti NU dan Muhammadiyah, pesantren-pesantren mandiri, maka guru agama mungkin mendekati 2 juta orang. Standarisasi bidang agama sangat penting karena mata pelajaran ini untuk tingkat sekolah bukan bersifat pengetahuan melainkan lebih bersifat afektif atau bimbingan amal nyata. Bidang ini tidak dapat dilepas merdeka kepada sekolah sebagaimana semangat otonomi, bahwa layanan agama tetap merupakan wilayah pusat. Badan standar nasional pendidikan tetap perlu merumuskan ke mana arah pendidikan agama diberikan. Lebih jauh lagi pemerintah mendirikan pendidikan tinggi agama yang mencapai ribuan intitusi yang mayoritas dilaksanakan oleh swasta dalam koordinasi dan pengawsan departamen agama, pemerintah juga mendirikan sekolah agama milik negara sebanyak 59 tempat. Hulu atau sumber sumber ini juga harus dalam kendali pemerintah tidak dapat dibebaskan.
Untuk merealisir pendidikan kebangsaan pemerintah dan juga mayoritas dilakukan oleh swasta mendirikan program studi Pancasila dan kewarganegaraan, PPKN. Sejak dari hulu pemerintah harus mengendalikan pendidikan kebangsaan ini karena mayoritas dilaksanakan oleh swasta maka standarisasi dan pengawasan sangat penting. Badan standar nasional juga mengawal standar standar isi SI dari PPKN agar daerah walaupun dalam era otonomi sekarang tetap dipastikan mengajarkan negara kesatuan, dasar konstitusi, hukum nasional, dan stadar perilaku dalam kerberagaman. Bidang ini pada masa lalu dikendalikan sampai tingkat pencetakan buku pada BUMN penerbitan.
Dalam bidang ilmu pengetahuan standar tetap diperlukan untuk dasar numerasi dan literasi terutama matematika yang menjadi dasar kompetensi numerasi dan kemampuan berbahasa yang menjadi dasar literasi. Pemahaman terhadap teks, pemahaman terhadap penjelasan oral, dan kompetensi menyampaikan atau kominkasi dan menulis merupakan dasar yang sangat penting yang harus dikawal oleh badan standar. Kemampuan dasar matematika juga sangat penting karena dasar matemetika akan digunakan dalam bidang lain seperti fisika dan juga IT, ilmu keteknikan serta ilmu ekonomi dan keuangan, dan bidang bidang lain termasuk olah raga khussunya atletik. Aplikasi tes yang menjadi salah satu tujuan perbaikan adalah PISA di mana matematika digunakan untuk memecahkan masalah masalah yang disimulasikan. Tanpa dasar matematik tertentu yang perlu dirumuskan maka bidang bidang lain tersebut tidak akan sukses.
Untuk bidang lain memang sebaiknya dimerdekakan kepada sekolah sebagai contoh di atas mapel mapel yang berkaitan dengan kekayaan daerah. Dewasa ini anak-anak daerah hanya menjadi penonton pengerukan sumber alamnya menyebabkan ketidak adilan yang sangat mendalam. Kemerdekaan sekolah dan kemerdekaan belajar ini sangat tepat mendorong daerah untuk menyadarkan dan memikirkan sejak usia dini akan kekayaan di sekitarnya. Peran standar nasional dalam hal ini merumuskan satndar ilmiah yang diperlukan, ahli-ahli filasafat ilmu diperlukan jangan sampai kurikulum yang ditawarkan berisfat subyektif, tidak logis, mengarah kepada ideologi tertentu, atau bahkan mistis. Demikianlah kira kira standar pendidikan BSNP tetap bisa berperan dalam era merdeka belajar dewasa ini.
Penulis: Prof. Bambang Setiaji, Rektor Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Sekolah Terapkan Protokol Penanganan COVID-19, Hari Pertama UNBK SMK/MAK Berjalan Lancar
Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMK/MAK yang digerlar hari ini, Senin (16/3/2020) berjalan lancar, meskipun beberapa provinsi menunda pelaksanaan UN karena virus Corona (Covid-19). Sampai hari ini, ada enam provinsi yang menunda UN, yaitu Provinsi DKI, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Bali, dan Riau. Penundaan UN ini seiring dengan protokol penanganan Covid-19 yang ditetapkan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Selain enam provinsi tersebut, UN SMK/MAK tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh BSNP, yaitu mulai tanggal 16 sampai dengan 19 Maret 2020. Untuk memastikan pelaksanaan UN berjalan lancar, Anggota Badan Standar Nasional (BSNP) melakukan pemantauan di satuan pendidikan, baik negeri maupun swasta. Diantara provinsi yang dipantau adalah DIY, Jawa Timur, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan NTB.
Khusus Provinsi Jawa Timur meskipun Gubernur telah memutuskan untuk mengalihkan proses dari sekolah ke rumah, UNBK SMK/MAK tetap dilaksanakan. “Semua anak-anakku se-Jawa Timur di seluruh tingkatan, mulai besok tanggal 16 Maret 2020, sementara belajar di rumah sampai ada ketentuan berikutnya, kecuali yang sedang UN (SMK). Tetaplah semangat mengejar cita-cita di tengah wabah COVID-19”, pesan Khofifah Indar Parawansa melalui memo yang ditulis dengan tulisan tangan.
Berdasarkan pemantauan anggota BSNP, dilaporkan pelaksanaan UNBK di satuan pendidikan mengikuti protokol penanganan COVID-19 yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Satuan pendidikan menyediakan kran dan sabun untuk cuci tangan bagi peserta dan pengawas UN sebelum mereka masuk ke ruang ujian. Kondisi seperti ini ditemukan di semua satuan pendidikan yang dipantau oleh BSNP.
“Sebelum dan sesudah masuk ruang UNBK, peserta, pengawas, proktor dan teknisi, wajib cuci tangan dengan disinfektan yang diproduksi oleh Farmasi SMK Mutu Gondanglegi. Tak terkecuali petugas monitoring dan evaluasi dari BSNP, juga wajib cuci tangan”, tulis Poncojari Wahyono yang melakukan pemantauan di Malang Jawa Timur.

Protokol yang serupa juga diterapkan di satuan pendidikan di Kalimantan Tengah sebagaimana disampaikan Mofit Saptono Plt. Kepala Dinas Pendidikan. “Jika sekolah tidak bisa menyediakan cairan disinfektan karena semakin langka, maka sekolah harus menyediakan tempat cuci tangan dan sabun”, ucap Kepala Dinas sebagaimana ditirukan Bambang Suryadi saat melakukan pemantauan di SMKN 1 Kota Palangkaraya.
Sampai laporan ini ditulis, asupan daya listrik tidak menjadi kendala pelaksanaan UNBK tingkat SMK/MAK. Waras Kamdi anggota BSNP yang bertugas di NTB melaporkan UNBK SMK 1 Lingsar NTB menggunakan listrik mandiri bertenaga surya. Panitia maupun siswa tidak perlu kuatir kalau daya listrik PLN turun. Sementara itu, dari Kalimantan Tengah, Bambang Suryadi melaporkan di SMKN 6 Palangkaraya listrik sempat mati karena hujan turun di pagi hari. Tapi sekolah tersebut menyediakan genset sehingga tidak terjadi kendala atau penundaan dan UN berjalan secara normal.
Berdasarkan data dari Sekretariat UN Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, peserta UN SMK/MAK tahun ini sebanyak 1.547.208 siswa. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.545.279 (99,88%) siswa menempuh UN dengan moda Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dan sisanya 1.929 (0,12%) siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Kertas dan Pensil (UNKP). Sementara itu, jumlah satuan pendidikan yang melaksanakan UNBK sebanyak 13.603 (99,44%) SMK/MAK dan sisanya sebanyak 76 (0,56%) SMK/MAK masih melaksanakan UNKP.
Materi yang diujikan pada hari ini adalah Bahasa Indonesia. Jadwal pelaksanaan UN di satuan pendidikan dijadwalkan bervariasi, mulai dari satu sesi sampai dengan tiga sesi dalam sehari. Masing-masing sesi berdurasi 120 menit. Sesi peretama dimulai pukul 07.30 dan sesi ketiga berakhir pada pukul 16.00.

BSNP Melakukan Sosialisasi Kebijakan Ujian Nasional di Provinsi
Badan Standar Nasional Pendidian (BSNP) sebagai lembaga independen yang memiliki kewenangan menyelenggarakan Ujian Nasional (UN), melakukan sosialisasi kebijakan UN 2020 di berbagai provinsi pada pertengahan sampai akhir bulan Februari. Kegiatan sosialisasi ini melibatkan anggota BSNP, dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan di bidang pendidikan lainnya.
Menurut Ketua BSNP Abdul Mu’ti sosialisasi di provinsi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman terhadap kebijakan UN 2020. Pelaksanannya sesuai dengan permintaan dari masing-masing provinsi.
“BSNP melayani permintaan dari dinas pendidikan provinsi untuk menyampaikan sosialisasi kebijakan UN tahun 2020. Sosialisasi terpusat telah dilaksanakna pada tanggal 30 Januari 2020 di Jakarta. Namun, perlu juga dilakukan di daerah ”, ucap Abdul Mu’ti di sela-sela rapat pleno BSNP di Cipete.
Namun, tambah Abdul Mu’ti, mengingat banyaknya permintaan dari provinsi, sementara sumber daya BSNP terbatas dan waktu pelaksanaan yang bentrok dengan pleno BSNP, maka tidak semua permintaan bisa dipenuhi. Diantara permintaan sosliasisai yang belum bisa dipenuhi adalah dari Provinsi Bangka Belitung, Bengkulu, dan Sulawesi Utara. Hal ini karena waktunya bentrok dengan pelaksanaan rapat pleno BSNP.
Berdasarkan data dari Sekretariat BSNP terdapat 12 provinsi yang menjadi tempat sosialisasi. Di masing-masing provinsi ada satu anggota BSNP yang menjadi nara sumber. Pronvinsi yang menjadi tempat sosilasasi tersebut adalah Jawa Timur, Kalimantan Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah, Banten, Kalimantan Tengah, Riau, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Kebijakan UN
Seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional, BSNP telah melakukan penyesuaian POS Ujian Nasional 2020.
Sebagaimana kita ketahui bersama, sesuai dengan kebijakan tahap pertama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, UN tahun 2020 merupakan UN yang terakhir. Sebagai penggantinya, mulai tahun 2021 akan dilaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal dan Survei Karakter.
Menurut Abbul Mu’ti, sebelum terbit Permendikbud tersebut, BSNP telah menerbitkan POS UN 2020. Namun, dengan adanya Permendikbud tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu disesuaikan dalam POS UN sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan BSNP Nomor 0053/P/BSNP/I/2020 tentang POS Ujian Nasional 2020.
Jadwal UN 2020 maju 10 hari dibanding tahun 2019. UN SMK dimulai tgl 16-19 Maret 2020. Disusul dengan UN SMA/MA, SMP/MTs, Paket C/Ulya, dan Paket/Wustha. Kegiatan UN tersebut akan berakhir pada bulan Mei 2020.
UN Perbaikan (Ulangan) yang semula hanya untuk siswa SMA/MA, SMK/MAK, dan Paket C/Ulya diperluas untuk siswa SMP/MTs. Jadwal UNBK Paket B dan C di luar negeri dibuat fleksibel dengan rentang waktu (1 April s.d.10 Mei 2020), tidak ditetapkan tanggal khusus (fixed date).
Perbedaan lainnya adalah jumlah mata pelajaran yang diujikan dalam UN untuk pendidikan kesetaraan Program Paket C/Ulya, berubah dari 7 mapel menjadi 4 mapel. Empat mata pelajatan tersebut adalah Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan satu mata pelajaran pilihan sesuai jurusan (IPA atau IPS). Sedangkan untuk Program Paket B/Wustha, tetap 6 mata pelajaran. Sama dengan tahun kemarin.
Terkait dengan moda pelaksanaan UN, masih terdapa dua pilihan moda, yaitu Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dan Ujian Nasional Berbasis Kertas dan Pensil (UNKP). Mayoritas satuan pendidikan sudah menggunakan UNBK dan hanya sebagian kecil saja yang masih menggunakan UNBK.
Sementara itu data per tanggal 30 Januari 2020 dari Sekretariat UN Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kemendikbud menunjukkan peserta UN tahun 2020 sebanyak 8.154.177 siswa dari seluruh jenis dan jenjang pendidikan. Peserta UNBK sebesar 96.10% dan hanya 3.90% peserta UNKP. Pelaksana UNBK tahun 2020 mengalami peningkatan dibanding tahun 2019 (90.0%). Dari segi satuan pendidikan, UN 2020 diikuti oleh 103.235 sekolah/madrasah dengan catatan sebanyak 92.96% melaksanakan UNBK dan hanya 7.04% yang melaksanakan UNKP.

BSNP Bahas Hasil Uji Publik
JAKARTA, BSNP — Rapat pleno Badan Standar Nasional Pendidikan pada Selasa (19/11/2019) dibuka dipimpin anggota BSNP Hamid Muhammad, didampingi Ketua BSNP Abdul Mu’ti.
Rapat pleno juga dihadiri anggota BSNP Bambang Suryadi, Ki Saur Panjaitan XII, Ali Saukah, dan Romo E Baskoro Poedjinoegroho, Ali Saukah, Poncojari Wahyono, Suyanto, Bambang Setiaji, Doni Koesoema A, Henriette T Hutabarat Lebang, Waras Kamdi, Kiki Yulianti, dan Imam Tolkhah.
Rapat pleno dimulai dengan pembahasan hasil masukan uji publik yang dilakukan pada akhir pekan lalu. Pembahasan terkait penyelesaian dokumentasi Arah Kompetensi 2045 dan SKL.

Pleno BSNP Membahas Draf POS UN
JAKARTA, BSNP — Rapat pleno Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada Senin (18/11/2019) dipimpin oleh anggota BSNP Hamid Muhammad, didampingi anggota BSNP Bambang Suryadi.
Rapat pleno juga dihadiri anggota BSNP Waras Kamdi, Kiki Yulianti, Imam Tolkhah, Poncojari Wahyono, Bambang Setiaji, Doni Koesoema A, Henriette T Hutabarat Lebang, Ki Saur Panjaitan XII, Ali Saukah, dan Romo E Baskoro Poedjinoegroho.
Rapat pleno dimulai dengan pembahasan sejumlah undangan terhadap anggota BSNP, dan kegiatan yang sudah dilakukan BSNP. Rapat pleno, membahas draf POS UN 2019, dengan memasukkan sejumlah masukan dari Balitbang Kemdikbud.

40.370 Lulusan SMA Sederajat akan Menempuh UN Perbaikan

Dari kiri ke kanan, Bambang Suryadi Anggota BSNP, Mohammad Abduh Kepala Puspendik, dan Asrijanti Puspendik pada kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Persiapan UNP di Senayan, tanggal 17 Juli 2019.
Sebanyak 40.370 lulusan SMA/MA, SMK/MAK, dan Paket C/Ulya akan menempuh Ujian Nasional Perbaikan (UNP) pada tanggal 27-30 Juli 2019. Dari jumlah tersebut terdapat 28.355 orang pendaftar dari lulusan SMA/MA , 11.765 orang pendaftar dari lulusan SMK/MAK, dan 250 orang pendaftar dari lulusan Paket C/Ulya yang tersebar di 34 provinsi. UNP dilaksanakan dengan moda UN Berbasis Komputer (UNBK). Tidak ada UN Berbasis Kertas dan Pensil.
Demikian laporan yang disampaikan Dadang Sudiyarto Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam Rapat Koordinasi Nasional Persiapan UNP di Senayan, tanggal 17 Juli 2019. Peserta rapat koordinasi ini adalah para ketua pelaksana UN Tingkat Provinsi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Bendahara Pembayaran dari 34 provisi.
Rapat koordinasi secara resmi dibuka oleh Totok Suprayitno Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut Kepala Balitbang UN Perbaikan merupakan bentuk layanan publik dalam bidang pendidikan. Khususnya layanan kepada peserta didik yang telah lulus dari jenjang SMA sederajat, namun masih memiliki semangat belajar, niat dan tekad kuat untuk meningkatkan diri. “Kita salut dan perlu mengapresiasi semangat, niat dan tekad mereka untuk memperbaiki diri. Oleh karena itu, berapapun jumlah peserta UN Perbaikan ini, tetap kita layani”, ucap Totok.
Meskipun UN tidak lagi menentukan kelulusan, tambah Totok, asesmen terhadap pencapaian standar nasional, apapun namanya, harus tetap dilakukan. UN sebagai tolak ukur mutu pendidikan dalam konteks pendidikan berbasis standar, dapat dianalogikan seperti sebuah meteran. “Jika tidak ada ukuran mutu (meteran), kita sulit untuk berkomunikasi kepada orang lain untuk menjelaskan mutu pendidikan nasional”, tuturnya.
Lebih lanjut Totok mengatakan, ke depan diharapkan ada bentuk asesmen yang memiliki marwah, bersifat high stake, tapi tidak menimbulkan tingkat stres yang tinggi. Sebagai asesmen yang bersifat high stake, UN harus menentukan kelulusan. Pelaksanaannya bisa di akhir semester lima, tidak di semester enam dan bisa ditempuh beberapa kali, sehingga tidak menimbulkan tingkat stres yang tinggi. Dengan demikian, informasi yang dihasilkan dari UN semakin reliable dan pelaksanaannya juga semakin berintegritas karena dilaksanakan dengan moda UNBK.
Sementara itu Bambang Suryadi anggota BSNP menjelaskan bahwa peserta UNP terdiri atas tiga katagori. Pertama, mereka yang telah terdaftar sebagai peserta UN Tahun Pelajaran 2018/2019, namun belum mengikuti UN pada bulan Maret atau April 2018 karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah. Kedua, peserta UN Tahun Pelajaran 2017/2018 atau 2018/2019 belum memenuhi kriteria pencapaian kompetensi lulusan yang ditetapkan. Ketiga, peserta UN yang sudah memenuhi kriteria pencapaian kompetensi lulusan dapat mengikuti UN untuk perbaikan dengan syarat calon peserta harus memberikan bukti yang sah dari pengguna yang mensyaratkan capaian nilai dengan kriteria tertentu.
“Bukti yang sah dari pengguna bisa berupa surat keterangan dari lembaga yang bersangkutan atau pernyataan resmi yang dimuat dalam laman, brosur, atau bentuk lain yang sejenis”, ucap Bambang seraya menambahkan UNP dilaksanakan selama 4 hari, mulai dari tanggal 27-30 Juli 2019.
Pelaksanaan UNP ini, tambah Bambang sangat fleksibel dengan mempertimbangkan kondisi peserta. Peserta ujian dapat memilih tempat, jadwal ujian, sesi ujian, dan mata ujian sesuai dengan kesempatan yang dimiliki. “Peserta dari Provinsi Jawa Timur, misalnya, bisa menempuh UNP di provinsi lain, seperti DKI. Demikian juga dalam menentukan hari dan sesi untuk mata pelajaran yang diujikan. Bagi mereka yang tidak bisa menempuh UNP pada hari kerja, bisa mengikuti UNP pada hari Sabtu dan Minggu.
Lebih lanjut Bambang menekankan bahwa salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan UNP ini adalah pengawasan di ruang ujian. Pengawas wajib membacakan tata tertib UN kepada peserta dan memastikan tidak ada peserta yang membawa alat komunikasi/alat elektronik (HP, kalkulator, kamera dll) ke dalam ruang ujian. Lebih penting lagi, pengawas harus memastikan peserta ujian sesuai dengan peserta yang terdaftar sebagai peserta UNP. Hal ini untuk menghindari terjadinya karus perjokian dalam UNP.
Mochammad Abduh Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) dalam paparannya mengatakan hasil UNP akan diumumkan pada tanggal 9 Agustus 2019. Hasil UNP dilaporkan dalam bentuk Sertifikat hasil Ujian Nasional (SHUN). “Bagi peserta yang memperbaiki nilai, SHUN memuat nilai yang lebih tinggi dari nilai UN sebelumnya. Bagi Peserta yang tidak lengkap mata ujian, SHUN memuat nilai dari mata pelajaran yang diikuti”, ucap Abduh seraya menambahkan SHUN akan diberikan kepada peserta pada tanggal 29-20 Agustus 2019 di satuan pendidikan pelaksana UNP. Informasi lebih lanjut tentang UN Perbaikan dapat diakses di laman unp.kemdikbud.org. (BS)

Mendikbud Muhadjir Effendy Lantik Anggota BSNP 2019-2023

Dari kiri (depan) Romo E. Baskoro Poedjinoegroho, Doni Koesoema A., Ali Saukah, Hamid Muhammad, Kiki Yuliati, Arifin Junaidi, Bambang Suryadi, Abdul Mu’ti, dan Imam Tholkhah. Dari kiri (belakang) Bambang Setiaji, Poncojari Wahyono, Ki Saur Panjaitan XIII, Waras Kamdi, dan Suyanto.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy melantik anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) periode 2019-2023 di Graha Utama, Gedung Ki Hadjar Dewantara, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada hari Rabu (10/7/2019). Anggota BSNP yang dilantik adalah Abdul Mu’ti, Ali Saukah, Arifin Junaidi, Bambang Setiaji, Doni Koesoema A., Hamid Muhammad, Poncojari Wahyono, Romo E. Baskoro Poedjinoegroho, Suyanto, Waras Kamdi, Bambang Suryadi, Kiki Yuliati, Imam Tholkhah dan Ki Saur Panjaitan XIII.
Turut hadir dan menyaksikan pelantikan ini adalah para pejabat eselon satu dan dua di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu hadir ada Ketua, Sekretaris dan anngtoa BAN S/M serta para tamu undangan.
Pembentukan BSNP merupakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. BSNP merupakan badan independen yang bertugas mengembangan dan mengevaluasi implementasi standar nasional pendidikan, menyelenggarakan ujian nasional, menilai kelayakan buku teks pelajaran, dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat dan daerah.
Pada kesempatan yang sama, Mendikbud juga melantik Dadang Sunendar sebagai Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyadari pentingnya buku yang bermutu, murah, dan merata di seluruh Indonesia sehingga perlu diciptakan iklim perbukuan yang kondusif.
Muhadjir Effendy berpesan supaya para anggota BSNP meningkatkan kerja sama antar anggota dan kerja sama dengan mitra kerja. Diantara mitra kerja BSNP adalah BAN S/M, BAN PAUD PNF, Dinas Pendidikan, dan Kementerian yang menangani bidang pendidikan. “Saya berpesan supaya anggota BSNP Periode 2019-2023 dapat meningkatkan kerjasama, baik kerja sama internal antar anggota maupun kerja sama dengan mitra di luar BSNP”, ucap Muhadjir.
Seusai pelantikan, anggota BSNP langsung melakukan rapat pleno pertama di ruang sidang utama Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud, di Gedung E, lantai dua. Agenda utama adalah pemilihan ketua dan sekretaris. Dalam rapat pleno ini secara mufakat disepakati Abdul Mu’ti dan Arifin Junaidi sebagai Ketua dan Sekretaris BSNP.
Secara terpisah Abdul Mu’ti mengatakan bahwa di tahap awal, BSNP sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengembangan dan memantau standar nasional pendidikan, akan lebih banyak melakukan koordinasi dengan para mitra, seperti dengan BAN S/M, BAN PAUD-PNF, dan direktorat pengelola pendidikan di berbagai kementerian.
“Salah satu isu strategis yang perlu dibahas bersama mitra adalah koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi antar standar nasional pendidikan dengan akreditasi, kurikulum, buku teks pelajaran, dan sistem asesmen”, ucap Abdul Mu’ti.

UN SMP/MTs Dimulai Hari Ini, Diikuti 4.2 Juta Siswa

Siswa SMPN 1 Banyuwangi mengikuti UNBK pada sesi pertama untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Ujian Nasional SMP/MTs dilaksanakan mulai tanggal 22-25 April 2019, kecuali di tiga Provinsi Papua, Papua Barat, dan NTT dilaksanakan mulai tanggal 23-26 April 2019 karena tanggal 22 April masih hari libur daerah untuk perayaan Hari Paskah.
Sebanyak 4.279.008 siswa SMP/MTs menempuh Ujian Nasional (UN) mulai hari ini, Senin sampai dengan Kamis (22-25 April 2019). Moda UN tahun ini menggunakan UN Berbasis Komputer (UNBK) dan UN Berbasis Kertas dan Pensil (UNK). Peserta UNBK SMP/MTs sebanyak 3.581.169 (83%), sisanya 697.839 (16.3%) siswa masih menggunakan moda UNKP. UN tahun ini dilaksanakan di 56.505 SMP/MTs. Dari jumlah sekolah/madrasah tersebut, sebanyak 43.836 (78%) sekolah/madrasah telah menggunakan moda UNBK.
Menurut Bambang Suryadi Ketua BSNP, khusus Provinsi Papua, Papua Barat, dan NTT, UN SMP/MTs baru dimulai besok. “UN SMP/MTs di tiga provinsi ini dilaksanakan mulai tanggal 23-26 April 2019. Hal ini karena pada tanggal 22 April, di tiga provinsi tersebut, sesuai kebijakan Gubernur masing-masing provinsi, merupakan hari libur daerah untuk merayakan Hari Paskah”.
Anggota BSNP, tambah Bambang, melakukan pemantauan pelaksanaan UN di beberapa daerah. Diantaranya adalah daerah Medan (Sumatera Utara), Padang (Sumatera Barat), Palembang (Sumatera Selatan), Surakarta (Jawa Tengah), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Banyuwangi (Jawa Timur), Ambon (Maluku), dan Mamuju (Sulawesi Barat).
Zaki Su’ud anggota BSNP yang melakukan pemantauan UN di SMPN 1 Ambon melaporan secara umum lancar, tapi sempat ada keterlambatan token sekitar 30-45 menit. Sementara itu di salah satu ruang ujian servernya sempat mati. Namun, masalah ini akhirnya bisa diatasi dan tidak mengganggu peserta UN pada sesi berikutnya.
Sementara itu, dari Banyuwangi Kiki Yuliati Sekretaris BSNP melaporkan ada sedikit keterlambatan token, namun tidak lebih dari 15 menit, token akhirnya berhasil diunduh dan siswa mulai melaksanakan UN. Demikian juga, Khomsiyah yang melakukan pemantauan di SMPN 1 Surakarta, sesi pertama UNBK berjalan lancar.
Sesuai dengan POS UN, materi yang diujikan pada hari ini adalah Bahasa Indonesia dan pada hari berikutnya adalah Matematika, Bahasa Inggris, dan IPA. Ada satu materi yang diujikan setiap hari dengan durasi waktu 120 menit. Ada perbedaan waktu pelaksanaan UNBK dan UNKP. Sesi pertama pelaksanaan UNBK dimulai pada pukul 07.30-09.30, sesi kedua pukul 10.30-12.30, dan sesi ketiga pukul 14.00-16.00. Namun, untuk sekolah/madrasah yang melaksanakan UNKP, ujian dimulai pada pukul 10.30-12.30.
Adanya perbedaan waktu pelaksanaan UNBK dan UNKP ini disebabkan jumlah sesi yang berbeda. Ada tiga sesi untuk UNBK dan hanya ada satu sesi untuk UNKP. Hikmah yang bisa diambil dari penjadwalan ini adalah supaya ketua panitia UN di tingkat satuan pendidikan memiliki waktu yang cukup untuk mengambil soal dari tempat penyimpanan soal. Mereka tidak perlu berangkat pagi-pagi sebelum shalat subuh. Hikmah lainnya adalah, peserta UN SMP memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri.
Untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan dalam UN, kepada para Kepala Sekolah/Madrasah, pengawas ruang, dan peserta UN diminta untuk mematuhi tata tertib UN. Perlu diingat bahwa integritas dalam pelaksanaan UN wajib diterapkan.
Selain itu, tata tertib UN juga ditempel di pintu masuk ruang ujian dan pengawas mengecek setiap siswa yang masuk ke ruang ujian untuk memastikan tidak ada siswa yang membawa alat elektronik, seperti kalkulator atau HP. Setiap pelaku pelanggaran (kecurangan) POS UN akan diberikan sanksi sesuai dengan POS.
Terkait dengan pasokan daya listrik, Kemdikbud telah berkoordinasi dng PLN untuk memastikan pasokan daya listrik tidak ada gangguan selama UNBK berlangsung. Sebagian sekolah, menyediakan gen set sebagai cadangan jika terjadi gangguan pasokan listrik.
Secara terpisah Mochamad Abduh Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) mengatakan, khusus peserta UNBK, siswa diminta mengisi form kesediaan untuk melaksanakan ujian dengan penuh integritas sesuai dengan tata tertib UN. Pengisian form ini dilakukan sebelum mereka memulai menjawab soal ujian.
05-Hari Pertama UN SMP Lancar Bagi peserta UN yang tidak bisa mengikuti ujian pada tanggal 22-25 April 2019 karena alasan tertentu dan dibuktikan dengan alasan yang sah, dapat mengikuti UN Susulan pada tanggal 29-30 April 2019. Hasil UN SMP/MTs akan diumumkan di satuan pendidikan pada tanggal 27-28 Mei 2019.

Mendikbud: UNBK Jadi Moda Utama, Siswa Nyaman Menempuh Ujian

Muhajir Effendy Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberikan bantuan komputer ke SMK Maarif Sleman, DIY pada kegiatan pemantauan UN SMK Tahun 2019 (25/3/2019)
Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMK yang dimulai pada hari Senin, 25 Maret 2019, secara umum berjalan lancar. Semoga tiga hari ke depan, sampai tanggal 28 Maret, UN SMK juga berjalan lancar. Demikian pernyataan yang disampaikan Muhajir Effendy Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika melakukan pemantauan UN SMK di Daerah Istimewa Yogyakarta (25/3/2019).
“Secara umum pelaksanaan UNBK hari ini lancar. Di sekolah tertentu ada keterlambatan waktu untuk mengunduh token karena faktor jaringan. Namun masalah ini bisa diatasi oleh proktor”, ucap Mendikbud seraya menyampaikan ucapan terima kasih kepada proktor, teknisi, dan panitia di tingkat satuan pendidikan.
Dengan moda UNBK, tambah Mendikbud, pelaksanaan UN semakin berintegritas dan kredibel. Siswa juga merasa lebih nyaman ketika menjawab soal ujian.
Kunjugan kerja Mendikbud ke DIY didampingi oleh Kepala Balitbang, Irjen, Direktur SMK, Ketua BSNP, Kepala Puspendik, dan tim dari Sekrerariat UN. Turut serta dalam mendampingi kunjungan kerja kali ini adalah Kepala Dinas Pedidikan DIY dan Kepala P4TK DIY.
SMK yang dikunjungi terdiri atas sekolah negeri dan swasta. Sekolah tersebut adalah SMK Taman Siswa, SMK BOPKRI 1, SMKN 2 DIY, SMKN 3 DIY, SMK Maarif Sleman, dan SMKN 1 Depok.
Ketika melakukan pemantauan UN di SMK Maarif Sleman, Mendikbud memberikan bantuan komputer. Dengan bantuan komputer ini diharapkan proses belajar mengajar di SMK Maarif dapat ditingkatkan.
Berdasarkan data dari Puspendik, UN SMK tahun ini diikuti oleh 1.524.194 peserta. Sebanyak 1.514.572 (99.37%) peserta menempuh Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dan sebanyak 9.622 (0.63%) peserta menempuh Ujian Nasional Berbasis Kertas (UNKP).
Menurut R. Kadarmanta Baskara Aji Kepala Dinas Pendidikan DIY, tahun ini, seluruh satuan pendidikan, formal dan nonformal melaksanakan UNBK. “Hanya ada tiga anak dari Paket B dan Paket C yang tidak bisa menempuh UN dengan moda UNBK, karena mereka berasa di LAPAS”, ucap Kepala Dinas Pendidikan.
Bagi mereka yang di LAPAS, tambah Kepala Dinas, UN akan dilaksanakan dengan moda berbasis kertas dan pensil. Bahan UN disiapkan dengan cara remote printing.
Lebih lanjut Baskara Aji mengatakan sebagai upaya memotivasi siswa, Dinas Pendidikan Provinsi DIY membuat tag line ‘Prestasi Tinggi, Jujur Pasti’.