
BSNP Akan Serahkan Draf Standar PJJ dan PAUD
JAKARTA, BSNP.OR,ID — Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) akan menyerahkan draf tandar Pendidikan Jarah Jauh (PJJ) dan PAUD ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini diungkapkan Ketua BSNP Prof Abdul Mu’ti dalam taklimat media yang digelar pagi ini, di Jakarta, Jumat (18/9/2020) melalui daring.
Abdul Mu’ti didampingi oleh sekretaris BSNP KH Arifin Junaedi, dan anggota BSNP seperti, Imam Tholkhah, Bambang Setiadji, Doni Koesoema, Ali Saukah, Kiki Yuliati, Poncojari Wahyono, Ki Saur Panjaitan XIII, Suyanto dan Pdt Henriette T Hutabarat Lebang dan Suyanto,
Abdul Mu’ti mengungkapkan, pendidikan yang berkualitas merupakan hak setiap warga Negara Indonesia. Pemenuhan hak untuk memperoleh pendidikan berkualitas akan dapat tercapai bila Pemerintah memberikan perhatian besar pada akses pendidikan sejak anak usia dini. Di satu sisi, kondisi geografis, sosial, ekonomi bangsa Indonesia, seringkali menjadi kendala bagi pemenuhan hak ini. Di sisi lain, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memberikan peluang dan potensi untuk memperkuat layanan pendidikan berkualitas bagi setiap warga.
“Karena itu, menurutnya, berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, BSNP telah mengembangkan Standar Nasional Pendidikan untuk Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ),” ujar Abdul Mu’ti, ketika membacakan siaran pers.
Draf selesai
Setelah melalui uji publik dan menerima masukan dari para pemangku kepentingan, saat ini, Abdul Mu’ti mengungkapkan, BSNP sudah menyelesaikan beberapa draft Permendikbud. Draf yang diselesaikan itu ada dua, draf Permendikbud tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan draft Permendikbud tentang Standar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).
Kedua draft Permendikbud ini akan diserahkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk diproses lebih lanjut menjadi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Pendidikan berkualitas bisa terjadi bila Negara mempersiapkan proses pendidikan yang baik bagi setiap warga negaranya mulai dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini secara holistik dan integratif. Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini menjadi sangat sentral agar anak-anak Indonesia mengalami proses tumbuh kembang dan kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.
Draft Permendikbud tentang Pendidikan Anak Usia Dini diusulkan ini, menurut Abdul Mu’ti, untuk merevisi Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, karena hasil pemantauan BSNP tentang standar PAUD tersebut menunjukkan, beberapa hal pengaturan dalam standar perlu diperbaharui.
Hal yang baru dalam draf ini meliputi:
- Definisi pengelompokan anak usia dini yang berimplikasi pada pengaturan dan penguatan tanggungjawab keluarga pada pendidikan anak.
- Lebih mengedepankan kesejahteraan peserta didik (wellbeing), termasuk mencegah tindakan diskriminatif, perundungan (bullying) dan pelecehan seksual.
- Eksplisit mengamanatkan peranan orang tua dalam pendidikan anak.
- Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) disusun secara lebih fleksibel berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
- Standar Isi mengamanatkan Kurikulum PAUD dikembangkan tidak dalam bentuk Kompetensi Inti/Kompetensi Dasar.
- Mengakomodasi kemerdekaan anak untuk bermain dalam proses belajar untuk mendapatkan pengalaman.
Selama ini, belum ada Standar Pendidikan Jarak Jauh. Oleh karena itu, penyusunan draf PJJ melengkapi dan menyempurnakan Permendikbud sebelumnya agar layanan pendidikan jarak jauh semakin membuka akses bukan hanya akses pendidikan bagi mereka yang memiliki kendala dan tidak dapat dilayani melalui sistem pendidikan reguler, melainkan juga sebagai antisipasi dan pilihan pendidikan di masa depan.
Draft Permendikbud tentang Standar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) merupakan usulan untuk perubahan Permendikbud Nomor 119 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Istilah pembelajaran jarak jauh yang digunakan selama pandemi Covid-19 hanya merupakan bagian dari penyelenggaraan PJJ.
Draft Permendikbud tentang PJJ didesain untuk membangun sebuah sistem pendidikan yang menyeluruh untuk mengantisipasi kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi. Di samping itu, draf ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian dan kualitas pembelajaran jarak jauh di masa kini dan masa depan, dan bukan hanya menjawab persoalan pembelajaran di masa Pandemi Covid-19. Draft Permendikbud PJJ dapat menjadi alternatif di luar modalitas pendidikan reguler.
Hal yang baru dalam draft Permendikbud PJJ ini meliputi:
- Adanya jaminan penyelenggaraan PJJ yang lebih berkualitas.
- Sistem manajemen pembelajaran yang memenuhi standar penjaminan mutu pendidikan.
- Ditetapkannya persyaratan utama bagi satuan pendidikan yang akan menyelenggarakan PJJ.
- Adanya komponen perencanaan, implementasi, dan evaluasi PJJ.
- Sistem penilaian PJJ terintegrasi dalam sistem manajemen pembelajaran yang melibatkan peranan orang tua.
Saat ini, BSNP juga sedang menyelesaikan revisi Standar Nasional Pendidikan dan mengembangkan panduan pembelajaran bagi guru berupa dokumen yang disebut dengan Fokus Pembelajaran.

Ketua BSNP Dikukuhkan Sebagai Guru Besar
JAKARTA — Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Abdul Mu’ti dikukuhkan sebagai guru besar bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (2/9/2020).
Pengukuhan yang dilakukan dalam sidang senat terbuka UIN Syarif Hidayatullah di Auditorium Harun Nasution itu, dihadiri sejumlah tokoh nasional. Diantaranya, M Jusuf Kalla yang pernah menjabat sebagi wakil presiden pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Selain itu, tampak Sekjend MUI Buya Anwar Abbas, Mendikbud Nadiem Makarim, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Prof Din Syamsuddin, Sekretaris BSNP KH Arifin Junaidi, Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini, dan Ketua BAN S/M Toni Toharudin.
Sementara para tokoh yang tidak hadir memberikan ucapan selamat secara virtual melalui rekaman video yang ditayangkan. Diantaranya disampaikan oleh Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, Ketua DPR RI Puan Maharani, Mendagri Tito Karnavian, Menteri Agama H Fachrul Razi,
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Amany Burhanuddin Umar Lubis dalam pidatonya menyampaikan, alhamdulillah pengukuhan guru besar ini dapat dilaksanakan dan dihadiri para tokoh di masa pandemi Covid-19. Tapi para tokoh rasanya haus akan ilmu dan ingin mendengarkan orasi ilmiah yang sangat penting di zaman sekarang.
“Saya sangat mendukung apa yang disampaikan Prof Abdul Mu’ti bahwa ada empat ranah pembaruan pendidikan Islam yang pluralistik di Indonesia,” kata Prof Amany saat pidato dalam rangkaian acara pengukuhan Prof Abdul Mu’ti sebagai guru besar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ia menerangkan, yang pertama pembaruan kebijakan ke arah PAI yang inklusif. Kedua, pembaruan pendekatan pembelajaran ke arah yang lebih mindful, meaningful dan joyful. Ketiga, pembaruan kurikulum dengan menerapkan lifelong learning dan growth mind. Keempat, pembaharuan sistem penilaian.
Menurutnya, ini semua adalah pekerjaan bersama yang harus dilakukan untuk melakukan pembaruan pendidikan agama Islam yang pluralistik. Sehingga hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di Indonesia bisa diminimalisir bahkan dihilangkan.
Ia juga mengingatkan, kerukunan umat beragama dan kerukunan kehidupan berbangsa serta bernegara harus sangat diutamakan. “Untuk itu bersikap toleransi, menghormati dan mengakomodasi pendapat orang lain, bekerjasama dan membangun kehidupan masyarakat yang rukun dan damai di tengah pluralitas budaya, suku, agama haruslah atas dasar nilai-nilai keagamaan yang luhur,” ujarnya.
Prof Abdul Mu’ti
Pria kelahiran Kudus, 2 September 1968 itu itu resmi menyandang jabatan profesor terhitung sejak 1 Juli 2020, melalui surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim No 67176/MPK/KP/2020 di Jakarta tanggal 4 Juli 2020.
Selain menjabat sebagai Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) periode 2019-2023, Abdul Mu’ti, saat ini juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2015-2020.
Abdul Mu’ti menyelesaikan S1 di IAIN—kini UIN—Walisongo Semarang, S2 di Universitas Flinders of South Australia, dan S3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain aktif berdakwah memberikan ceramah berkeliling Indonesia, dia juga produktif menulis.
“Bagi saya, menjadi guru besar itu jauh melampaui cita-cita anak desa,” ujarnya.
Untuk itu dia menyampakan ucapan terima kasih kepada semua yang telah membantunya. “Terutama ibu dan keluarga di kampung,” ujarnya lagi.

Tahun Ajaran Baru Era Pandemi
Suyanto.id–Pemerintah telah mengambil keputusan penting untuk memulai tahun ajaran baru pada pertengahan Juli 2020. Meskipun demikian, bukan berarti sekolah akan diizinkan menyelenggarakan proses pembelajaran tatap muka di seluruh kawasan RI. Hanya sekolah yang berada di zona hijau, yang jumlahnya hanya meliputi 6% (85 Kabupaten/Kota), yang diperbolehkan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka dengan persyaratan harus mematuhi protokol kesehatan secara disiplin.
Penyelenggaraan pembelajaran di zona hijau ini tentu tidak mudah karena sekolah harus memprioritaskan keselamatan siswa, guru, dan tenaga kependidikan yang ada. Oleh karena itu, kepala sekolah harus memiliki kepemimpinan yang tangguh, partisipatif, transformatif, dan benar-benar melayani (memiliki servant leadership style) agar bisa dipastikan bahwa keamanan bagi komunitas sekolah dari penularan Covid-19 benar-benar terjaga.
Untuk melaksanakan pembelajaran di zona hijau ini pun memerlukan alokasi anggaran yang berbeda, karena sekolah harus menyediakan sarana cuci tangan dengan sabun secara memadai, menata tempat duduk di kelas sedemikian rupa agar physical distancing bisa dilakasanakan, memastikan anak-anak harus bisa dicek parameter kesehatannya sebelum masuk kelas dengan infrared thermometer, menyediakan masker bagi anak-anak yang tidak memilikinya, dan sebagainya. Untuk inilah pentingnya kepala sekolah memiliki kepemimpinan yang baik dan efektif serta didukung oleh guru yang memiliki kepemimpinan pembelajaran yang memberdayakan peserta didik.
Big Data Pendidikan
Bagaimana dengan sekolah yang berada di zona non-hijau? Sekolah yang berada di zona kuning, oranye, dan merah (zona non-hijau) cukup besar jumlahnya. Ini merupakan tantangan berat bagi sistem dan penyelenggara pendidikan kita pada tingkat satuan pendidikan. Mengapa demikian? Karena sebagian besar sekolah kita berada pada 94% zona non-hijau dari wilayah NKRI. Ini berarti bahwa sekolah yang bertebaran di 429 kabupaten/kota di wilayah Indonesia non-hijau.
Pendidikan kita saat ini juga memiliki big data dengan klasifikasi jumlah sekolah sebanyak 220.098; peserta didik sebanyak 44.621.547; guru yang riil mendapat penugasan mengajar saat ini sebanyak 2.720.778; tenaga kependidikan sejumlah 85.074, dan rombongan belajar sebanyak 1.848.658 (Dapodikdasmen, Rekap Nasional Semester Genap 2019/2020, 24 Juni 2020). Big data pendidikan itu harus menjadi pertimbangan dasar ketika pemerintah mengambil kebijakan pembelajaran, baik di zona hijau maupun non-hijau.
Jika kebijakan pendidkan di tahun ajaran baru nanti diambil tanpa memperhitungkan dampak pada big data pendidkan, tentu hal ini akan sangat merugikan bagi penyiapan kualitas sumber daya manusia Indonesia secara nasional untuk menyongsong Indonesia emas tahun 2045. Oleh karena itu, semua kebijakan yang terkait dengan pendidikan di masa pendemi pada tahun ajaran baru, baik itu menyangkut pembaharuan kurikulum, peningkatan profesionalisme guru secara berkelanjutan, pembelajaran daring, maupun pembelajaran tatap muka, semuanya harus didasarkan pada fakta dan data lapangan yang akurat dan valid. Mengapa begitu? Karena sekecil apa pun kebijakan, dampaknya akan luar biasa pada komponen big data pendidikan.
Kebijakan pendidikan tidak boleh diputuskan hanya dari pemikiran segelintir orang yang hanya duduk di belakang meja di Kementerian dengan hanya menggunakan asumsi-asumsi rasioanal tanpa melihat kondisi riil lapangan yang terdiri atas jutaan stakehorlder dari sebuah kebijakan. Kebijakan yang baik adalah yang memiliki terma operasional yang tidak multimakna dan multitafsir bagi stakeholder (Straub 2009). Kebijakan yang tidak melihat lapangan memiliki resiko yang begitu luas bagi pendidikan kita; baru berbicara aspek siswa kita saja, jumlahnya hampir sama dengan tiga kali penduduk Australia. Jumlah gurunya hampir sama dengan separoh penduduk Singapura.
Maka dari itu, kebijakan pendidikan di masa pendemi di tahun ajaran baru perlu dirumuskan dengan ektra hati-hati dalam menentukan agenda, perumusan kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi, dan evaluasinya. Tanpa kehati-hatian, akan menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian para stakeholder pendidikan di tingkat pelaksana dan subyek dari target kebijakan yang jumlahnya sangat besar.
Kebijakan pendidikan yang baik dan efektif di masa pendemi seperti ini tentu harus mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh komponen big data pendidikan secara efisien dan efektif, bisa memfasilitasi sekolah-sekolah, baik swasta maupun negeri untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik daring mapun tatap muka, dan juga mampu mengajak stakeholder untuk berpartisipasi secara aktif dalam mengimplementasikan kebijakan pndidikan di saat pandemi Covid-19 masih terjadi.
Pembelajaran Daring
Pembelajaran daring akan menjadi kebijakan utama pada sebagaian besar sekolah kita di zona non-hijau pada tahun ajaran baru. Karena menjadi kebijakan utama, maka pemerintah harus mengenali tantangan kebijakan secara komprehensif dilihat dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran itu. Jika kapabilitas unsur-unsur yang terlibat tidak dipetakan secara baik dengan berbagai kesiapan dan kapasitasnya, maka yang namanya kebijakan belajar daring akan hanya menjadi euforia, jauh dari realita dan cita-cita.
Dalam pembelajaran daring, banyak tantangan yang harus dihadapi. Tantangan utama adalah persoalan akses dan budaya siswa. Sebagian besar siswa tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk akses internet. Apalagi di daerah 3T, akses itu sangat sulit kalau tidak ingin mengatakan tidak ada sama sekali. Pemerintah harus segera membuat peta akses internet para siswa kita. BOS afirmasi perlu dihidupkan lagi agar siswa yang secara ekonomi tidak mampu mengakses jaringan internet bisa dibantu.
Dari aspek budaya, siswa dan guru juga memiliki masalah. Tidak bisa serta-merta siswa dan guru diminta click laptop atau telepon pintarnya, kalau mereka punya, lalu terjadi kegiatan pembelajaran daring dengan otomatis dan sesuai dengan prinsip pembelajaran jarak jauh. Dengan diberitahu platform pembelajaran, belum tentu terjadi interkoneksi antarorang, antarprogram, dan antarmesin seperti yang terjadi pada karakteristik budaya masyarakat di era Revolusi Industri 4.0. Pendek kata, aspek budaya ini harus juga menjadi bahan pertimbangan kebijakan pembelajaran daring.
Harus ada proses peningkatan kapasitas guru dan siswa untuk mengenali budaya daring agar mereka bisa memaanfaatkan IoT yang sedang marak saat ini. Selanjutnya, agar pembelajaran daring efektif, orang tua juga harus bisa belajar untuk berubah, mengembangkan growth mindset dalam new normal pembelajaran bagi putra-putrinya. Orang tua harus juga bisa mendengarkan anaknya ketika dia menghadapi kesulitan belajar, bisa bertindak sebagai shadow teacher, bisa menjadi model bagi habituasi karakter yang dikhawatirkan akan terabaikan dengan modalitas pembelajaran daring.
Konsekuensinya, guru dan sekolah perlu menciptakan sistem komunikasi resiprokal dengan orang tua siswa agar penanaman karakter bisa terjadi secara koheren, tidak kontradiksi dengan apa yang dirumuskan oleh guru dan sekolah. (*)
Penulis: Prof. Suyanto, Ph.D. (Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta)
Disalin dari Suyanto.id
Terbit pertama di Harian Kompas edisi 9 Juli 2020

Gerakan Pendidikan
Nadiem Makarim memperkenalkan jargon dengan kata penggerak untuk mentransformasi Pendidikan, mulai dari guru penggerak, sekolah penggerak, hingga organisasi penggerak.
Asumsinya berbagai macam gerakan ini akan mempercepat transformasi pendidikan. Sekadar bergerak tanpa tujuan jelas bisa menyesatkan. Apalagi kalau yang bergerak hanya elitenya.
Transformasi, menurut Nadiem dimulai dari guru. Dari berbagai penjelasannya di media, sambutan, dan dialog di hadapan publik, yang dimaksud guru penggerak adalah pendidik yang memiliki kompetensi dan pengetahuan mahir di bidang yang diampunya. la dapat membimbing dan melatih guru-guru lain. Kepala sekolah harus diangkat dari guru penggerak agar menjadi sekolah penggerak.
Guru pelatih
Dalam beberapa kali pertemuan antara Badan Standar Nasional Pendidikan dan Mendikbud, Nadiem selalu menegaskan guru hanya bisa dilatih oleh guru. Guru hanya bisa dilatih oleh mereka yang piawai dan berpengalaman sebagai guru. Dengan konsep inilah, Nadiem membuka terobosan format pelatihan guru yang dibuka pada Lembaga non-perguruan tinggi (PT) untuk melatih guru yang ia sebut sebagai organisasi penggerak. lni adalah organisasi masyarakat yang bergiat di pelatihan dan pengembangan guru.
Selama ini, bebe rapa sistem pelatihan guru misalnya untuk Pendidikan Profesi Guru, dipercayakan kepada PT yang mengelola Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Pelatihan oleh LPTK mungkin dianggap terlalu teoretis, kurang relevan dengan kebutuhan, serta tak efektif karena diajar oleh para dosen yang dianggap kurang mengenal dinamika dan kompleksitas kelas. Pelatihan oleh PT dianggap kurang mampu melahirkan guru penggerak.
Pernyataan bahwa guru hanya bisa dilatih oleh guru berpengalaman bisa dipahami dengan baik apabila diletakkan dalam konteks praktik mengajar sebagai ilmu terapan. Asumsinya, kemahiran guru hanya dapat terbentuk dari kumpulan pengalaman yang direfleksikan terus-menerus (Moo, n 2005). Memberi prioritas pada ilmu terapan tak berarti abai pada peranan akademia sebagai domain PT. Para profesor di universitas bisa saja terlalu fokus pada teori ketimbang praktik saat melatih guru. Namun, benar juga bahwa para profesor di universitas, karena pengalaman akademiknya, memiliki keistimewaan dalam teori sebagai akademia (Murphy, 2007).
Karya para akademisi memang cen derung lambat, hati-hati, melalui pendekatan sistematik berbasis bukti ilmiah berdasarkan pendekatan yang telah dibangun oleh para sarjana sebelumnya dan bertanggung jawab menunjukkan keterbatasan-keterbatasan praktik dan daerah abu-abu. Sebaliknya, para pengambil kebijakan praktis dan guru cenderung mengutamakan pengetahuan yang dapat secara langsung menyelesaikan persoalan jangka pendek.
Akibatnya, intisari pengetahuan yang dapat diterapkan secara langsung lebih diutamakan daripada persoalan yang membutuhkan refleksi dan studi jangka panjang (Kochan, et al 2002: 290, Black &Haines, 2018). Trial and error dalam pengajaran memang bisa membawa kemajuan tetapi tak akan mendalam ka rena tak disertai pengalaman merefleksikan praktik dalam terang teori pendidikan yang kokoh. Padahal apabila diperkaya pemahaman teori yang kokoh, berdasarkan hasil riset dengan metode yang rigor, inovasi pembelajaran akan kuat, dapat digeneralisasi sehingga lebih mudah dibagikan.
Menjembatani dua domain antara teori dan praktik untuk transformasi pendidikan sangatlah fundamental. PT tetap memiliki fungsi kritis dan strategis dalam transformasi pendidikan. Menisbikan peran PT dalam pengembangan profesional guru dan lebih memercayakan kepada organisasi penggerak yang tak jelas kompetensi dan keahliannya akan membahayakan kinerja pendidikan. Menjembatani universitas dan kelas tentu opsi yang lebih menjanjikan daripada membuka peluang pada organisasi non-PT yang secara praktik dan teori kredibilitasnya dipertanyakan.
Tim Elite
Kelemahan mendasar konsep guru penggerak adalah sifatnya yang elitis. Mereka inilah yang pantas menjadi kepala sekolah agar sekolahnya menjadi sekolah penggerak karena kemampuannya menjadi pemimpin instruksional. Konsep kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional sudah muncul sejak awal 1980-an ketika era standardisasi dan akuntabilitas semakin kuat muncul di AS (Edmonds, 1979; Leithwood & Montgome ry, 1982). Konsep ini muncul seiring diperkenalkanny kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah yang mem berikan otonomi sekolah dalam mengelola pembelajaran.
Konsep Nadiem tentang kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional masih fokus pada pemimpin instruksional dalam arti sempit (Sheppard,1996).
Meskipun di kalangan akademisi belum ada kesepakatan tunggal tentang definisi pemimpin instruksional para pendukung konsep ini memahami kepemimpinan instruksional sebagai keberadaan pemimpin sekolah yang membimbing para guru agar terlibat dalam aktivitas yang secara langsung memengaruhi pembelajaran dan perkembangan pe serta didik (Davidson 1992; Duke, 1987;
Leithwood et al, 1999; Marzano et al, 2005). Sementara dalam arti luas, kon sep ini mengacu pada semua kegiatan yangdilakukan kepala sekolah yang berkontribusi pada pemelajaran siswa (Donmoyer and Wagstaf,1990).
Sejak tiga dekade lalu, model kepemimpinan instruksional dalam arti sempit berfokus pada kegiatan belajar di kelas semata, mulai dipertanyakan efektivitasnya dan mendapat banyak kritik. Apalagi era standardisasi telah mereduksi kegiatan instruksional pada parameter keberhasilan melalui ujian standar. lronisnya, di Indonesia ujian standar seperti ujian nasional dihapuskan, tetapi kita malah terjebak pada ujian standar global PISA sebagai acuan keberhasilan tujuan pembelajaran. Ini mereduksi tujuan besar pendidikan nasional.
Faktanya, peranan kepala sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar ternyata tak seperti yang dikira sebelumnya. Marzano, et al (2005) misalnya menemukan, peranan kepala sekolah dalam konteks peningkatan prestasi siswa porsinya hanya 25 persen. lni berarti 75 persen kegiatan kepala sekolah tak terkait langsung dengan kegiatan instruksion,al misalnya penguatan motivasi guru, penciptaan kedisiplinan sekolah, pengembangan profesi guru, kolaborasi dengan orangtua dan masyarakat pengembangan budaya sekolah menciptakan iklim pemelajaran ramah dan nyaman. Keberhasilan pendidikan bukan monopoli peran kepala sekolah semata. Banyak riset kemudian menemukan faktor lain yang juga berpengaruh, seperti gaya kepemimpinan terbagi (shared lea dership), kepemimpinan guru (teacher leadership), kepemimpinan terdistribusi (distributed leadership), dan kepemim pinan transformasional (transformatio nal leadership).
“Munculnya model-model ini mengindikasikan adanya ketidakpuasan yang semakin besar pada model kepemimpinan instruksional yang dipercaya banyak orang terlalu terfokus pada kepala sekolah sebagai pusat keahlian, kekuatan, dan kekuasaan” (Hallinge r, 2003, 330; Stewart, 2006). Kelemahan utarna model kepemimpinan instruksional adalah pendekatan top-down (Urick, 2012), hanya ada satu lakon dan pahlawan, kepala sekolah. Faktanya, kepemimpinan disekolah sifatnya menyebar dan ada di mana-mana (Sergiovannie, 1994, 2001), tak bisa ditumpukan pada seorang kepala sekolah saja (Rajbhandar 2014). Dengan kata lain, model kepemimpinan instruksional yang terpusat dan elitis sudah tak memadai lagi.
Alternatif Transformasi
Alih-alih mencari guru penggerak untuk diangkat sebaga i kepala sekolah, ada alternative lain untuk transformasi pendidikan, yaitu melalui guru pemimpin dan mengembangkan pembiasaan merefleksikan praktik (reflexilee practice) dalam kebersamaan komunitas sekolah (Gibbs, 1998; Moo, n 2005). Meskipun sama-sama bisa disebut sebagai pemimpin sekolah (school leader), konsep guru pemimpin sangat berbeda dengan guru penggerak. York-Barr dan Duke’s (2004) mendefinisikan kepemimpinan guru sebagai sebuah proses di mana para guru baik individual maupun kolektif, memengaruhi sesama guru, kepala sekolah, dan anggota komunitas sekolah lain untuk memperbaiki praktik pengajaran dan pemelajaran yang tujuannya adalah meningkatkan kualitas belajar dan prestasi siswa. Konse p guru pemimpin lebih luas dan lebih strategis daripada sekadar guru penggerak ala Nadiem
Lebih dari itu, dalam perjalanan kariernya, tak semua guru ingin jadi kepala sekolah. Tak semua guru mahir tertarik pada jabatan ini. Guru mahir yang di hargai dengan insentif dan remunerasi setara dengan kepala sekolah sudah merupakan apresiasi yang luar biasa. Tidak semua guru ingin berkarier sebagai kepala sekolah. Memaksa guru menjadi kepala sekolah bisa kontraproduktif. Ke pemimpinan pada hakikatnya adalah tanggapan seorang pemimpin pada per soalan kontekstual sehingga tujuan organisasi tercapai. Kemampuan memahami konteks dan merefleksika praksis pendidikan kunci penting transformasi.
Berhadapan dengan situasi yang kompleks, tidak pasti, selalu berubah, dan ambigu, yang perlu diperkuat adalah peranan setiap pelaku. Karena itu, model kepemimpinan pendidikan yang tersebar (distributed leadership) yang didukung oleh sikap reflektif terhadap praksis akan lebih efektif. Setiap individu perlu belajar memahami situasi untuk menjawab persoalan melalui evaluasi dan refleksi secara terus-menerus agar menemukan jalan-jalan terbaik dalam kebersamaan dengan semua warga sekolah demi tercapainya tujuan besar pendidikan. Pekerjaan besar ini tidak cukup apabila hanya mengandalkan kehadiran guru penggerak, kepala sekolah sebagai pernimpin instruksional dan organisasi penggerak.
Sekolah bukan milik guru penggerak, juga bukan kepunyaan kepala sekolah penggerak saja, apalagi organisasi penggerak. Transformasi pendidikan hanya mungkin apabila ada keyakinan bah wa setiap individu mampu menjadi pemim pin. Dan setiap pemimpin belajar dari kepemimpinan orang lain melalui dinamika kehidupan kontekstual dalam keseharian di sekolah. Elitisme pendidikan tidak akan mampu mempercepat pencerdasan kehidupan bangsa.
Penulis: Doni Koesoema A., M.Ed. (Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan)
Terbit pertama di Harian Kompas edisi 10 Juli 2020

Siaran Pers BSNP Tentang PJJ
JAKARTA, BSNP — Rabu (8/7/2020), Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengeluarkan siaran pers tentang PJJ. Siaran pers ini dibacakan oleh Ketua BSNP Abdul Mu’ti didampingi anggota BSNP Ki Saur Panjaitan dan dihadiri sejumlah anggota BSNP lainnya melalui daring.
Berikut selengkapnya isi siaran pers BSNP:
BSNP sedang mengembangkan standar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, untuk menjawab tren pendidikan berkualitas dimasa depan. Pengembangan standar ini merupakan amanat dalam Pasal 31 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), sebagai bagian dari upaya penjaminan mutu pendidikan.
Saat ini, proses pengembangan draf standar PJJ sudah sampai pada tahap Uji Publik. BSNP memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan masukan melalui surel Sekretariat BSNP ([email protected]).
PJJ adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik, dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi dan informasi, atau media lain. Pembelajaran jarak jauh merupakan alternatif moda PJJ. Sistem PJJ yang semakin berkembang dengan inovasi abad 21 merupakan salah satu sistem pendidikan yang memiliki daya jangkau luas lintas ruang, waktu, dan sosio-ekonomi.
Dalam mengembangkan standar PJJ, BSNP melibatkan Tim Ahli yang terdiri atas praktisi dan akademisi dibidang yang terkait, serta memperhatikan masukan dari berbagai pemangku kepentingan.

Analisis KR Tahun Ajaran Baru
Suyanto.id–Pandemi Covid-19 membuat ketidakpastian di semua sistem kehidupan. Hal ini membuat kalang kabut perencanaan dalam banyak program layanan yang harus dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam ketidakpastian itu tujuan penting perencanaan negara harus ditujukan untuk menjamin keselamatan warga semaksimal mungkin.
Dalam konteks ini, negara harus melaksanakan mandat imperatif dari pembukaan UUD RI 1945 di alinea IV yang berbunyi: “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia…” Mandat ini penting untuk kita lihat kembali agar pada masa pendemi ini, negara, pemerintah dan masyarakat bersatu padu untuk melawan Covid-19 secara sinergis dan terkoordinasi dalam satu visi dan tujuan: melindungi segenap bangsa dari gempuran Covid-19.
Apa relevansi dengan wacana yang muncul untuk mengubah tahun ajaran baru menjadi Januari? Relevansinya ialah agar kita bisa memberi perlindungan maksimal kepada para siswa kita dari ancaman tertular Covid-19. Artinya jika kita mewacanakan perpindahan tahun ajaran dari Juli menjadi Januari ada rasional yang kuat, yaitu untuk melindungi para siswa dari tertularnya Covid-19. Bagaimana rasionalnya?
Kalau kita mau melawan Covid-19 dengan efektif tentu harus berbasis data, bukan berbasis ilusi dan halusinasi. Data di situs Covid19.go.id menunjukkan percepatan penularan di negeri ini masih tinggi. Kurva penyebaran Covid-19 belum mendatar. Data 28 Mei menunjukkan bahwa korban terkonfirmasi positif sebanyak 24.538; dalam perawatan 16.802. Penyebaran di provinsi kalau kita ambil 10 paling banyak adalah: DKI 28,5%; Jawa Timur 17,6%; Jawa Barat 8,9%; Sulawesi Selatan 5,8%; Jawa Tengah 5,4%; Sumatera Selatan 3,8%; Banten 3,4%; Kalimantan Selatan 3,3%; Papua 2,4% dan Nusa Tenggara Barat 2,3%.
Jika bulan Juli nanti tetap menjadi tahun ajaran baru, berarti sekolah dan perguruan tinggi akan melakukan penerimaan siswa dan mahasiswa baru. Kalau hal ini tetap dilaksanakan berarti ada mobilitas manusia dalam jumlah yang besar di seluruh tanah air menuju tempat yang namanya sekolah atau kampus. Jumlah siswa dan mahasiswa saat ini sekitar 57 juta. Ini angka sangat besar terkait kehidupan nyawa mereka yang harus dilindungi negara.
Bentuk perlindungan yang sangat esensial saat ini adalah menjaga jarak yang aman dan menghindari kerumunan dalam satu konsentrasi di suatu lokasi yang namanya sekolah atau kampus perguruan tiggi.
Cuci tangan dengan sabun juga merupakan pencegahan yang efektif untuk masuknya virus Korona ke dalam tubuh seseorang. Jika bulan Juli nanti sekolah resmi dibuka, dan menerima murid dan mahasiswa baru, ada risiko bahwa social distancing sulit dilaksanakan secara sempurna dan protokol Covid-19 sulit dilakukan secara taat asas, terutama di sepuluh besar propinsi korban Covid-19 itu. Apalagi jika 57 juta siswa dan mahasiswa masuk ke sekolah di bulan Juli, kemungkinan besar penjalaran virus Korona belum mendatar kurvanya.
Implikasinya, sekolah harus memastikan bahwa bisa memberi perlindungan kepada para siswa sesuai dengan protokol pencegahan penularan virus. Seperti harus tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang memadai agar siswa tidak berdesakan antrenya, harus mendisiplinkan siswa menggunakan masker, membuat tempat duduk siswa di ruang kelas berjarak aman satu sama lain dan sebagainya. Sebagai protokol ini sulit dipenuhi dengan baik oleh semua sekolah.
Tidak ada buruknya, wacana pindah tahun ajaran baru dari Juli mundur ke Januari, dipertimbangkan pemerintah pusat. Sambil berjuang untuk membuat kurva penyebaran menjadi landai dan menurun sampai titik nol di bulan Desember. Kalau ini dilaksanakan berarti kita memang harus mengorbankan satu semester bagi siswa untuk tidak masuk sekolah, demi kesehatan mereka. (*)
Penulis: Prof. Suyanto, Ph.D. (Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta)
Disalin dari Suyanto.id

Pendidikan di Masa Sulit
Suyanto.id–Pandemi Covid-19 meluluhlantakkan banyak hal dalam kehidupan. Dunia akan mengalami kemunduran ekonomi bersama. Meski demikian, kemunduran ekonomi yang sedang dan akan diderita pasti berbeda-beda, sesuai kekuatan fondasi ekonomi setiap negara. Kemunduran itu terjadi karena semua negara harus menangani merajalelanya Covid-19 yang sedang mewabah.
Celakanya, semua program yang harus dipakai dalam menghadapi ganasnya Covid-19 memiliki sifat yang mendestruksi pilar-pilar penting ekonomi. Lalu, bagaimana dengan pendidikan kita saat ini? Apakah ia juga ikut menderita seperti sektor ekonomi? Jawabnya, ya. Sektor ekonomi dan sektor pendidikan memiliki hubungan yang simetris, saling memengaruhi, dan saling tergantung.
Kesulitan pendidikan
Saat ini praksis pendidikan berjalan tidak normal akibat ada gangguan virus ganas korona. Sekolah dan juga perguruan tinggi ditutup dalam rangka melaksanakan program pemerintah untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 melalui pembatasan sosial. Implikasinya, peserta didik harus belajar di rumah masing-masing. Apa yang terjadi dengan program mendadak seperti itu? Ada persoalan yang dihadapi sektor pendidikan.
Dari aspek kultural, jelas peserta didik kita sebagian besar tidak siap untuk belajar mandiri dari rumah. Ada di antara mereka yang justru menganggap belajar di rumah identik dengan libur sekolah sehingga tidak semua siswa bisa belajar di rumah dengan kesadaran dan motivasi yang tinggi.
Hal yang paling jelek lagi jika budaya belajar di lingkup keluarga tidak ada, maka anak-anak kita tidak mendapat dukungan yang kondusif dari para orang tua. Bahkan orang tua sebagian besar tidak siap membimbing putra-putrinya belajar di rumah. Banyak anak mulai rindu masuk sekolah karena di rumah tak terfasilitasi belajarnya dan juga mereka kehilangan ikatan psikologis dan sosial dengan teman, guru, dan komunitas sekolah.
Hanya anak-anak dari kalangan sosial ekonomi menengah ke atas yang memiliki kemungkinan mendapat dukungan orang tua mereka dengan memadai dan mungkin bahkan hampir sempurna. Dari kalangan kelompok ekonomi berada, anak-anak bisa mendapatkan dukungan orang tua berupa akses untuk belajar online (daring) tanpa batas, di samping orang tua mereka memang telah membudayakan kegiatan belajar di tingkat keluarga.
Dari kalangan ini anak-anak bisa akses ke berbagai platform pembelajaran daring yang berbayar sekalipun. Hal ini terjadi terutama di kota-kota besar. Di kota-kota kecil, ada peluang anak-anak bisa akses ke online, tetapi tidak sebebas anak-anak di kota besar dari kelompok orang yang berada. Banyak anak dan orang tua memiliki ponsel pintar yang bisa digunakan untuk akses ke situs-situs yang menawarkan program belajar daring, terutama yang tak berbayar, seperti Rumah Belajar milik Kemendikbud.
Meskipun demikian, mereka sangat terbatas kemampuannya untuk akses karena rendahnya daya beli untuk paket data internet. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini perlu ada bantuan kepada siswa-siswa yang tidak bisa beli paket data.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) keuangan dan stimulus untuk menghadapi Covid-19. Sejumlah Rp405,1 triliun telah dianggarkan dengan alokasi Rp150 triliun untuk pemulihan ekonomi, Rp75 triliun untuk kesehatan (melawan Covid-19), Rp110 triliun jaring pengaman sosial, dan Rp70,1 triliun insentif perpajakan.
Dari perppu itu nyata benar bahwa sektor pendidikan di masa sulit ini belum dianggarkan untuk subsidinya. Oleh karena itu, Kemendikbud perlu memindahkan dana-dana yang dialokasikan untuk program nonprioritas menjadi program subsidi belajar daring, baik untuk paket data maupun untuk perangkat keras yang diperlukan siswa dari keluarga tidak mampu.
Demikian pula dana UN yang dibatalkan, juga bisa digunakan untuk membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu agar bisa ikut belajar secara daring atau paling tidak belajar melalui grup WA. Mengapa hal ini harus dilakukan? Karena kita tidak tahu kapan Covid-19 bisa ditaklukkan secara total sehingga anak-anak bisa belajar kembali secara normal di sekolah.
Modal sosial
Bisakah kita mengabaikan pendidikan di masa sulit ini? Tentu tidak. Jika pendidikan di masa sulit ini tidak juga diberdayakan seperti program pemulihan ekonomi, akan muncul benih-benih disparitas dalam arti kualitas dan kuantitas. Disparitas yang paling dirasakan semakin melebar nanti adalah Jawa-luar Jawa. Kemudian akan disusul bentuk-bentuk lain disparitas, seperti desa-kota, kota besar-kota kecil, kabupaten-kota.
Bahkan tidak tertutup kemungkinan akan muncul disparitas berbasis jender. Dalam keadaan ekonomi yang sulit, sehingga sumber daya yang dimiliki keluarga sangat minim, keputusan untuk tidak menyekolahkan akan jatuh pada anak perempuan.
Anak laki-laki akan menjadi prioritas untuk mendapatkan pendidikan. Kalau hal ini semua terjadi, dalam jangka panjang akan terjadi persoalan dalam pembentukan modal sosial di masyarakat. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, modal sosial yang tinggi di masyarakat sangat penting. Tanpa ada modal sosial memadai, program-program yang dilakukan pemerintah akan menghadapi fenomena resistensi.
Apa sebenarnya modal sosial? Modal sosial menurut Thomas Sander (2015) merupakan nilai-nilai kolektif yang dipahami bersama oleh semua jalinan sosial dalam masyarakat dan kecenderungan-kecenderungan yang muncul darinya untuk bertindak satu sama lain atas dasar norma resiprositas.
Modal sosial pada akhirnya sangat bertumpu pada sebuah kebermanfaatan yang bersumber dari kepercayaan, prinsip resiprositas, informasi, dan kerja sama dari jaringan-jaringan sosial yang ada. Modal sosial mampu menciptakan nilai-nilai yang dipegang teguh secara bersama dalam masyarakat.
Jika pendidikan kita penuh dengan disparitas, maka sulit untuk menumbuhkan modal sosial dalam masyarakat. Bahkan tidak tertutup kemungkinan masyarakat kita akan menderita defisit modal sosial. Ini sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kalau kita mengalami defisit modal finansial, pemerintah bisa mencari utangan ke lembaga keuangan dunia. Sebaliknya, jika kita mengalami defisit modal sosial, kita tak bisa meminjam ke negara lain untuk menutupinya. Oleh karena itu, dalam masa sulit Covid-19 ini, pendidikan hendaknya juga menjadi perhatian yang tinggi agar dalam jangka panjang tak memicu terjadinya defisit modal sosial. (*)
Penulis: Prof. Suyanto, Ph.D. (Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta)
Disalin dari Suyanto.id

BSNP Usulkan Pembatalan UN 2020
Siaran Pers Badan Standar Nasional Pendidikan Tentang Usulan Pembatalan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2019/2020
Nomor: 0003/PR/BSNP/III/2020
Bersama ini kami sampaikan bahwa dengan memperhatikan:
1. Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor: 13.A Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia;
2. Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Nomor: 0053/P/BSNP/I/2020 tentang Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2019/2020 BAB XVI;
3. Permohonan Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota serta Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) tentang penundaan Ujian Nasional SMA/MA, SMP/MTs, dan Pendidikan Kesetaraan Program Paket B/Wustha dan Paket C/Ulya karena wabah pandemi virus Corona (COVID-19);
4. Laporan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan Ujian Nasional SMK/MAK oleh anggota BSNP dan Balitbang dan Perbukuan;
5. Keputusan rapat koordinasi BSNP dengan Balitbang dan Perbukuan, Pusat Asesmen dan Pembelajaran, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 23 Maret 2020;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013, dan perubahan kedua sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015, bahwa yang berwenang membatalkan UN adalah Pemerintah. Oleh karena itu, demi kemaslahatan dan keselamatan bangsa, terutama peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, BSNP sebagai badan mandiri dan independen yang berwenang menyelenggarakan Ujian Nasional (PP Nomor 19 Tahun 2005) mengusulkan kepada pemerintah agar Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2019/2020 dibatalkan. Surat usulan pembatalan Ujian Nasional sudah disampaikan oleh BSNP kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 23 Maret 2020 (terlampir).
Ditandatangani oleh Ketua BSNP Abdul Mu’ti dan Sekretaris BSNP KH Arifin Junaedi, tertanggal 24 Maret 2020.

Selamat Jalan Ujian Nasional
Ujian Nasional, yang tersohor dengan sebutan UN akan menemui titik ajalnya. Semoga ia husnul khatimah. Kematian UN ini mengundang pro kontra, ada yang menangisi, dan ada pula yang menyukuri. Bisa juga UN tidak mati, tetapi sekedar berpisah dengan kita, dengan sistem pendidikan nasional. Siapa tahu di masa depan dia kembali lagi bersama kita karena perubahan jaman.
Sebelum berpisah, tahun ini masih dilaksanakan dengan jadawal di bulan Maret dan April. Jadi tahun ini, tahun perpisahan, UN masih sempat mengunjungi sekolah-sekolah kita di seluruh tanah air untuk mengetes bagaimana para siswa kita memiliki capaian belajar di akhir masa belajarnya. Inilah secara rinci jadwal UN tahun ini yang masih menghadiri siswa siswa kita yang berada di tahun terakhir pada setiap satuan pendidikan. Untuk 16 Maret 2020 giliran pertama adalah siswa-siswa SMK. Mereka harus menempuh UN sampai tanggal 19 Maret dengan mata uji: Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Teori Kejuruan. Berhubung ada pandemi Covid-19, ada sekolah-sekolah yang tidak bisa mengikuti secara penuh UN SMK karena kebijakan Pemda yang menutup sekolah dalam rangka melakukan social distancing. Kemudian disusul satuan pendidikan SMA/MA nanti tanggal 30 Maret sampai dengan 2 April 2020 dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan satu mata pelajaran jurusan. Ada juga UN untuk Paket C yang akan diselenggarakan tanggal 4 – 7 April 2020. Selesai Paket C, dilanjutkan dengan UN SMP/MTs nanti tanggal 20 – 23 April 2020, dengan mata uji Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Akhirnya UN untuk Paket B akan dilaksanakan tanggal 2 – 4 Mei 2020. Untuk UN SMA/MA, SMP/MTs, Paket B dan C akan menghadapi kendala pelaksanaannya akibat mulai tanggal 15 Maret banyak sekolah di liburkan agar siswa belajar dirumah tidak keluar rumah untuk tujuan pencegahan penularan Covid-19. Banyak usulan dan pertanyaan dari Dinas mengenai apakah UN bisa dijadwal ulang. Badan Standar Nasional Pendidikan akan segera merumuskan kebijakan untuk menghadapi situasi terakhir berkaitan dengan pandemi Covid-19.
Peran UN
Ujian nasional jatuh bangun perannya dalam dunia pendidikan di Republik ini. Hal ini tergantung arah pemikiran petinggi negeri ini, terutama petinggi bidang pendidikan. Bahkan karena begitu strategis dan seksinya persoalan UN, maka setiap pergantian menteri UN selalu saja menjadi trending topic untuk menetapkan kebijakan terkait dengan bagaimana penilaian terhadap prestasi siswa dan sistem pendidikan ini harus dilakukan. Awalnya, ada saat-saat UN ikut menentukan dalam kebijakan itu, walaupun tidak pernah satu satunya penentu. Meskipun demikian UN selalu saja dituduh tidak layak untuk menentukan kelulusan karena tidaklah sesederhana itu mengukur kelulusan siswa hanya dengan UN. Sebenarnya UN tak pernah menjadi alat penentu kelulusan secara tunggal. Ketika memakai UN, tetap saja kelulusan harus dipadukan dan dilihat dengan aspek lain yang harus dilakukan dan dikuasai siswa seperti harus mengikuti proses belajar, harus mendapatkan paling tidak nilai baik untuk kepribadian, olah raga dan kesehatan. Hanya saja faktor-faktor karakter di luar UN itu gagal dilaksanakan untuk menentukan kelulusan oleh sekolah karena sekolah tidak mau repot-repot berurusan dengan siswa secara individu jika terjadi perbedaan persepsi dalam evaluasi karakter di sekolah.
Ujian nasional meskipun dicaci maki sebenarnya ia telah membantu membangun sistem umpan balik pada sekolah, siswa dan guru terkait efektivitas pembelajaran dan sistem pelayanan sekolah sebagai sebuah sistem terhadap stakeholdernya. Dengan adanya UN yang digunakan untuk menentukan kelulusan maka ujian itu meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, meningkatkan motivasi guru untuk mengajar dengan lebih baik, dan juga mampu membangun kesadaran orangtua terhadap proses belajar anak-anaknya di rumah. Bahkan dengan nilai UN itu kita bisa membandingkan kualitas sekolah secara nasional. Tidak itu saja, Pemerintah Daerah sebagai penguasa pendidikan di daerah, juga bisa membandingkan mutu pendidikan antar sekolah di wilayah kekuasaannya. Begitu juga kepala sekolah bisa memanfaatkan hasil UN untuk melakukan peningkatan profesionalisme guru di sekolah masing-masing terkait proses pembelajaran. Lebih jauh gurupun juga bisa merefleksikan proses pembelajarannya dengan melihat dan menganalisis hasil UN sampai pada pokok bahasan mana yang sekiranya masih lemah dan perlu pembenahan lebih lanjut. Setelah UN tidak ada, sudah menemui ajalnya tahun ini, kita tidak tahu dengan alat apa kualitas pendidikan nasional akan dilihat dan dievaluasi. Apalagi dengan kebijakan Merdeka Belajar, USBN juga ditiadakan. Urusan uji menguji dan evaluasi di sekolah akan bukan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat secara nasional. Akhirnya sistem pendidikan kita tidak akan memiliki instrumen peniaian yang hasilnya bisa menjadi indikator kualitas yang bisa dibandingkan secara lokal, maupun nasional. Keadaan ini akan merepotkan sekolah untuk menentukan kriteria penerimaan peserta didik baru dengan sistem zonasi di mana kriteria kualitas akan diperbanyak sampai 30%. Ketika banyak orang mempertanyakan kebijakan penghapusan UN dalam konteks evaluasi pendidikan, ternyata UN akan ditakdirkan bisa reinkarnasi: UN tidak dihapus, tetapi diganti dengan merk baru: AKM (Asesmen Kompetensi Minimal) untuk siswa secara nasional. Seperti apa penampakannya? Kementerian masih akan mengembangkannya melalui aspek-aspek literasi, numerasi dan survey karakter secara nasional.
Penulis: Prof. Suyanto, Ph.D. (Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta)

Monitoring Evaluasi UNBK SMK di Provinsi Sumatera Utara
Pelaksanaan UNBK SMK sejak hari-1 sampai hari ke-3 di Sumatera Utara berjalan dengan lancar sesuai dengan POS UN yang diterbitkan oleh BSNP. Ki Dr. Saur Panjaitan XIII, sebagai anggota BSNP yang ditugaskan ke Sumatera Utara sempat mengunjungi beberapa SMK, baik SMK Negeri maupun SMK Swasta, antara lain:
- SMK Negeri 1 Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara,
- SMK Negeri 1 Lubuk Pakam, Deli Serdang Sumatera Utara,
- SMK Swasta Muhamadiyah 10 Kisaran, Asahan,
- SMK Swasta Asahan,
- SMK Tamansiswa Medan, dan
- SMK Teladan Medan.
Kunjungan ke sekolah dalam rangka Monitoring Evaluasi UNBK didampingi langsung oleh Bapak Saut Aritonang, M.Pd dari unsur Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, Bapak Jumadi, SPd, MM selaku Kepala Cabang Dinas Kabupaten Asahan serta Pengawas SMK Bapak Kornelis Manik.
Dari pemantauan di lapangan, diketahui bahwa sarana pendukung komputer dan listrik cukup memadai. Pelaksanaan Ujian pada umumnya dilakukan secara bertahap sebanyak 3 sesi dan 2 sesi tergantung dari jumlah siswa peserta UNBK. SMK Negeri 1 Kisaran, SMK Negeri 1 Lubuk Pakam, SMK Teladan Medan melaksanakan UNBK sampai 3 sesi karena jumlah siswanya mencapai 300 orang siswa. Sedangkan untuk siswa yang berkisar 100 orang, melaksanakan ujian sebanyak 2 sesi, yaitu SMK Muhamadiyah , SMK Tamansiswa dan SMK Swasta Asahan.
Dukungan dari pengawas juga cukup baik, dimana pengawas ruang ujian dilakukan secara silang, yaitu berasal dari sekolah lainnya dan bukan merupakan guru bidang studi yang sedang diujikan. Kepala Sekolah cukup kooperatif, disamping berkeliling ke lapangan, pemantauan ujian dilaksanakan melalui CCTV di kantor Kepala Sekolah.
Pada saat dilakukan wawancara kepada siswa yang telah selesai melaksanakan ujian, terlihat para siswa cukup antusias mengikuti UNBK. Menurut para siswa, materi yang diujikan cukup sesuai dengan materi yang diajarkan selama ini di sekolah. Tingkat kesulitan materi ujian standar, ada yang mudah dan ada juga yang agak kesulitan menjawabnya. Khusus untuk soal-soal yang kalimatnya panjang dan berupa penalaran, para siswa sangat tidak menyukainya dan menganggap sangat sulit. Ada yang mengatakan soal tersebut membingungkan. “Capek membaca soalnya, padahal jawaban sangat singkat” demikian kata siswa yang diwawancarai. Bahkan ada siswa yang mengatakan soal tersebut membuat mereka mengantuk.
Namun pada tanggal 17 Maret 2020, Gubernur Sumatera Utara menerbitkan Surat Edaran Nomor 440/2666/2020 tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap Resiko penularan infeksi virus disease (Covid-19) di Sumatera Utara, yang menyatakan bahwa untuk mencegah penyebaran virus corona, para siswa diliburkan di Sumatera Utara, kecuali yang melaksanakan UNBK baik untuk SMK maupun UN SMA tetap berjalan sesuai jadwal. Dengan terbitnya Surat Edaran Gubernur tersebut beberapa siswa mulai khawatir. Untuk mengatasinya, pihak sekolah cukup tanggap dan meresponnya dengan baik, meminta anak-anak untuk menjaga kebersihan dan mencuci tangan secara bersih. Pihak sekolah, seperti SMK Tamansiswa Lubuk Pakam menyikapinya dengan memfasilitasi alat pembersih cuci tangan sebelum dan sesuadah melaksanakan Ujian.

Standar Pendidikan dan Merdeka Belajar
Mungkin menjadi pertanyaan di mana letak standar nasional pendidikan dalam era merdeka belajar di mana siswa mengoptimalkan bakatnya dan interestnya dengan mestinya kebebasan memilih bidang-bidang pelajaran. Merdeka belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa dan mahasiswa memilih pelajaran yang diminati, dengan asumsi bahwa mengoptimalkan bakatnya maka semua orang akan memberikan sumbangan terbaik dalam bekarya, maka masyarakat akan menjadi lebih maju.
Pada tahun 1996 diluncurkan KTSP kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mungkin selaras dengan sekolah merdeka. Dalam KTSP sekolah diberi kewenangan menggali potensi daerah dan potensi SDM yang dimiliki sehingga sekolah bisa menawarkan mata pelajaran terbaik kepada siswa. Siswa atau masyarakat akan memeroleh peta jika ingin belajar bidang A terbaik ke sekolah X, bidang B ke sekolah Y. Saat itu KTSP tdak terlalu sukses karena guru dan kepala sekolah kurang memiliki pengalaman dalam menyusun kurikulum dan ujian nasional menyita perhatian sekolah untuk menjadi sasaran pencapaian. Sehingga sekolah terkenal hampir memiliki keseragaman yaitu ranking ujian nasional. Tidak ada sekolah terkenal karena unggul dalam bidang studi tertentu misal unggul dalam seni, olah raga, atau TIK.
KTSP ternyata tidak mampu melahirkan kurkulum yang memberikan mapel-mapel khusus, misalnya di Kalimantan tentang potensi lahan dan energi, kehutanan, perkebunan, minyak, gas bumi, dan batu bara. Diduga karena guru mengenai bidang ini tidak ada. Sekolah tidak memiliki wewenang merekrut guru dengan latar belakang seperti di atas. Dengan otonomi daerah seperi sekarang sekolah merdeka atau KTSP mestinya mampu melakukan penyusunan kurikulum yang merdeka dengan munculnya berbagai kekhususan yang riel di berbagai sekolah. Standar guru mungkin perlu direvisi dengan mengijinkan 10 sampai 20 persen guru bidang non konvensional.
Peran Standar Nasional
Konstiusi dan perundangan serta penjabarannya pada Standar Nasional Pendidik, SNP mengamanatkan Trilogi Pendidikan yaitu keagamaan, kebangsaan, dan ilmu pengetahuan. Dua materi ajar yang pertama tidak boleh diotonomikan atau dimerdekakan karena bisa membahayakan negara yang merupakan tujuan yang lebih luas.
Keagamaan menjadi amanat kosntitusi menjadi pilihan jati diri kemajuan yang berbeda dari kemajuan yang dipelopori Barat yang sekular, pemisahan antara agama dan publik, dan sekarang kemajuan China yang meniadakan agama dalam ranah publik, Indonesia memilih memadukan agama dalam ranah kebangsaan melalui pendidikan. Untuk tujuan tersebut di atas negara mengangkat hampir 200 ribu guru agama ditambah dengan yang diangkat oleh lembaga seperti NU dan Muhammadiyah, pesantren-pesantren mandiri, maka guru agama mungkin mendekati 2 juta orang. Standarisasi bidang agama sangat penting karena mata pelajaran ini untuk tingkat sekolah bukan bersifat pengetahuan melainkan lebih bersifat afektif atau bimbingan amal nyata. Bidang ini tidak dapat dilepas merdeka kepada sekolah sebagaimana semangat otonomi, bahwa layanan agama tetap merupakan wilayah pusat. Badan standar nasional pendidikan tetap perlu merumuskan ke mana arah pendidikan agama diberikan. Lebih jauh lagi pemerintah mendirikan pendidikan tinggi agama yang mencapai ribuan intitusi yang mayoritas dilaksanakan oleh swasta dalam koordinasi dan pengawsan departamen agama, pemerintah juga mendirikan sekolah agama milik negara sebanyak 59 tempat. Hulu atau sumber sumber ini juga harus dalam kendali pemerintah tidak dapat dibebaskan.
Untuk merealisir pendidikan kebangsaan pemerintah dan juga mayoritas dilakukan oleh swasta mendirikan program studi Pancasila dan kewarganegaraan, PPKN. Sejak dari hulu pemerintah harus mengendalikan pendidikan kebangsaan ini karena mayoritas dilaksanakan oleh swasta maka standarisasi dan pengawasan sangat penting. Badan standar nasional juga mengawal standar standar isi SI dari PPKN agar daerah walaupun dalam era otonomi sekarang tetap dipastikan mengajarkan negara kesatuan, dasar konstitusi, hukum nasional, dan stadar perilaku dalam kerberagaman. Bidang ini pada masa lalu dikendalikan sampai tingkat pencetakan buku pada BUMN penerbitan.
Dalam bidang ilmu pengetahuan standar tetap diperlukan untuk dasar numerasi dan literasi terutama matematika yang menjadi dasar kompetensi numerasi dan kemampuan berbahasa yang menjadi dasar literasi. Pemahaman terhadap teks, pemahaman terhadap penjelasan oral, dan kompetensi menyampaikan atau kominkasi dan menulis merupakan dasar yang sangat penting yang harus dikawal oleh badan standar. Kemampuan dasar matematika juga sangat penting karena dasar matemetika akan digunakan dalam bidang lain seperti fisika dan juga IT, ilmu keteknikan serta ilmu ekonomi dan keuangan, dan bidang bidang lain termasuk olah raga khussunya atletik. Aplikasi tes yang menjadi salah satu tujuan perbaikan adalah PISA di mana matematika digunakan untuk memecahkan masalah masalah yang disimulasikan. Tanpa dasar matematik tertentu yang perlu dirumuskan maka bidang bidang lain tersebut tidak akan sukses.
Untuk bidang lain memang sebaiknya dimerdekakan kepada sekolah sebagai contoh di atas mapel mapel yang berkaitan dengan kekayaan daerah. Dewasa ini anak-anak daerah hanya menjadi penonton pengerukan sumber alamnya menyebabkan ketidak adilan yang sangat mendalam. Kemerdekaan sekolah dan kemerdekaan belajar ini sangat tepat mendorong daerah untuk menyadarkan dan memikirkan sejak usia dini akan kekayaan di sekitarnya. Peran standar nasional dalam hal ini merumuskan satndar ilmiah yang diperlukan, ahli-ahli filasafat ilmu diperlukan jangan sampai kurikulum yang ditawarkan berisfat subyektif, tidak logis, mengarah kepada ideologi tertentu, atau bahkan mistis. Demikianlah kira kira standar pendidikan BSNP tetap bisa berperan dalam era merdeka belajar dewasa ini.
Penulis: Prof. Bambang Setiaji, Rektor Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Sekolah Terapkan Protokol Penanganan COVID-19, Hari Pertama UNBK SMK/MAK Berjalan Lancar
Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMK/MAK yang digerlar hari ini, Senin (16/3/2020) berjalan lancar, meskipun beberapa provinsi menunda pelaksanaan UN karena virus Corona (Covid-19). Sampai hari ini, ada enam provinsi yang menunda UN, yaitu Provinsi DKI, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Bali, dan Riau. Penundaan UN ini seiring dengan protokol penanganan Covid-19 yang ditetapkan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Selain enam provinsi tersebut, UN SMK/MAK tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh BSNP, yaitu mulai tanggal 16 sampai dengan 19 Maret 2020. Untuk memastikan pelaksanaan UN berjalan lancar, Anggota Badan Standar Nasional (BSNP) melakukan pemantauan di satuan pendidikan, baik negeri maupun swasta. Diantara provinsi yang dipantau adalah DIY, Jawa Timur, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan NTB.
Khusus Provinsi Jawa Timur meskipun Gubernur telah memutuskan untuk mengalihkan proses dari sekolah ke rumah, UNBK SMK/MAK tetap dilaksanakan. “Semua anak-anakku se-Jawa Timur di seluruh tingkatan, mulai besok tanggal 16 Maret 2020, sementara belajar di rumah sampai ada ketentuan berikutnya, kecuali yang sedang UN (SMK). Tetaplah semangat mengejar cita-cita di tengah wabah COVID-19”, pesan Khofifah Indar Parawansa melalui memo yang ditulis dengan tulisan tangan.
Berdasarkan pemantauan anggota BSNP, dilaporkan pelaksanaan UNBK di satuan pendidikan mengikuti protokol penanganan COVID-19 yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Satuan pendidikan menyediakan kran dan sabun untuk cuci tangan bagi peserta dan pengawas UN sebelum mereka masuk ke ruang ujian. Kondisi seperti ini ditemukan di semua satuan pendidikan yang dipantau oleh BSNP.
“Sebelum dan sesudah masuk ruang UNBK, peserta, pengawas, proktor dan teknisi, wajib cuci tangan dengan disinfektan yang diproduksi oleh Farmasi SMK Mutu Gondanglegi. Tak terkecuali petugas monitoring dan evaluasi dari BSNP, juga wajib cuci tangan”, tulis Poncojari Wahyono yang melakukan pemantauan di Malang Jawa Timur.

Protokol yang serupa juga diterapkan di satuan pendidikan di Kalimantan Tengah sebagaimana disampaikan Mofit Saptono Plt. Kepala Dinas Pendidikan. “Jika sekolah tidak bisa menyediakan cairan disinfektan karena semakin langka, maka sekolah harus menyediakan tempat cuci tangan dan sabun”, ucap Kepala Dinas sebagaimana ditirukan Bambang Suryadi saat melakukan pemantauan di SMKN 1 Kota Palangkaraya.
Sampai laporan ini ditulis, asupan daya listrik tidak menjadi kendala pelaksanaan UNBK tingkat SMK/MAK. Waras Kamdi anggota BSNP yang bertugas di NTB melaporkan UNBK SMK 1 Lingsar NTB menggunakan listrik mandiri bertenaga surya. Panitia maupun siswa tidak perlu kuatir kalau daya listrik PLN turun. Sementara itu, dari Kalimantan Tengah, Bambang Suryadi melaporkan di SMKN 6 Palangkaraya listrik sempat mati karena hujan turun di pagi hari. Tapi sekolah tersebut menyediakan genset sehingga tidak terjadi kendala atau penundaan dan UN berjalan secara normal.
Berdasarkan data dari Sekretariat UN Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, peserta UN SMK/MAK tahun ini sebanyak 1.547.208 siswa. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.545.279 (99,88%) siswa menempuh UN dengan moda Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dan sisanya 1.929 (0,12%) siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Kertas dan Pensil (UNKP). Sementara itu, jumlah satuan pendidikan yang melaksanakan UNBK sebanyak 13.603 (99,44%) SMK/MAK dan sisanya sebanyak 76 (0,56%) SMK/MAK masih melaksanakan UNKP.
Materi yang diujikan pada hari ini adalah Bahasa Indonesia. Jadwal pelaksanaan UN di satuan pendidikan dijadwalkan bervariasi, mulai dari satu sesi sampai dengan tiga sesi dalam sehari. Masing-masing sesi berdurasi 120 menit. Sesi peretama dimulai pukul 07.30 dan sesi ketiga berakhir pada pukul 16.00.

UNBK SMK Berjalan Lancar
“Enam Provinsi Tunda UN”
JAKARTA, MENARA62.COM — Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Abdul Mu’ti mengatakan, Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) berjalan lancar di Papua.
“Saya mendapat laporan, pelaksanaan UN SMK di Provinsi Papua sudah dimulai dan alhamdulillah berjalan lancar. Begitu juga dengan Provinsi Papua Barat, pelaksanaan UNBK SMK sudah mulai,” ujarnya di Jakarta, Senin (16/3/2020).
Menurutnya, ada enam provinsi yang menunda pelaksanaan UN SMK, yaitu: DKI, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali dan Riau. Total Peserta Nasional : 13.691 sekolah dan 1.546.932 siswa. Sekitar 794.000 siswa SMK (51,3%) ditunda jadwal UN-nya.
Laporan dari provinsi lain, dan anggota BSNP yang ikut memantau pelaksanaan UN SMK di berbagai provinsi, pada umumnya UN SMK berlangsung lancar. Selain itu, proses sinkronisasi telah selesai 100% dari semalam.
Sementara itu, Waras Kamdi, anggota BSNP yang melaporkan situasi NTB mengatakan, semua jenjang pendidikan diliburkan, kecuali kelas yang UNBK. Protokol UN dari BSNP dipatuhi. Sejauh ini pelaksanaan UNBK di NTB lancar.

BSNP Keluarkan Edaran Terkait UN dan Covid-19
JAKARTA, BSNP — Menyikapi perkembangan terkini terkait pandemi Covid-19, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengeluarkan edaran terkait pelaksanaan Ujian Nasional (UN), Sabtu (14/3/2020).
Selengkapnya dapat di unduh disini.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua dan Sekretaris BSNP tersebut, disebutkan: BSNP sangat prihatin dengan penyebaran virus corona (COVID-19) yang telah menjadi wabah dunia dan menimbulkan korban jiwa.
Sehubungan dengan hal tersebut, sebagai langkah antisipasi dan preventif untuk mencegah penyebaran COVID-19, dengan mengacu pada Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Nasional yang ditetapkan BSNP, maka pelaksanaan Ujian Nasional (UN) Tahun 2020 diatur sebagai berikut:
- Dalam hal Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota menyatakan keadaan darurat atau meliburkan kegiatan pendidikan di sekolah/madrasah di wilayahnya, maka pelaksanaan UN dapat dijadwalkan kemudian setelah berkoordinasi dengan Penyelenggara dan Panitia UN Tingkat Pusat.
- Dalam hal Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota tidak menyatakan keadaan darurat atau meliburkan kegiatan pendidikan di sekolah/madrasah di wilayahnya, maka Ujian Nasional tetap dilaksanakan sesuai jadwal, POS, dan Protokol UN yang telah ditetapkan oleh BSNP.
Mohon bantuan Saudara untuk meneruskan informasi ini kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kantor Kementerian Agama, dan Satuan Pendidikan dalam wilayah kewenangan Saudara.

BSNP Melakukan Sosialisasi Kebijakan Ujian Nasional di Provinsi
Badan Standar Nasional Pendidian (BSNP) sebagai lembaga independen yang memiliki kewenangan menyelenggarakan Ujian Nasional (UN), melakukan sosialisasi kebijakan UN 2020 di berbagai provinsi pada pertengahan sampai akhir bulan Februari. Kegiatan sosialisasi ini melibatkan anggota BSNP, dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan di bidang pendidikan lainnya.
Menurut Ketua BSNP Abdul Mu’ti sosialisasi di provinsi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman terhadap kebijakan UN 2020. Pelaksanannya sesuai dengan permintaan dari masing-masing provinsi.
“BSNP melayani permintaan dari dinas pendidikan provinsi untuk menyampaikan sosialisasi kebijakan UN tahun 2020. Sosialisasi terpusat telah dilaksanakna pada tanggal 30 Januari 2020 di Jakarta. Namun, perlu juga dilakukan di daerah ”, ucap Abdul Mu’ti di sela-sela rapat pleno BSNP di Cipete.
Namun, tambah Abdul Mu’ti, mengingat banyaknya permintaan dari provinsi, sementara sumber daya BSNP terbatas dan waktu pelaksanaan yang bentrok dengan pleno BSNP, maka tidak semua permintaan bisa dipenuhi. Diantara permintaan sosliasisai yang belum bisa dipenuhi adalah dari Provinsi Bangka Belitung, Bengkulu, dan Sulawesi Utara. Hal ini karena waktunya bentrok dengan pelaksanaan rapat pleno BSNP.
Berdasarkan data dari Sekretariat BSNP terdapat 12 provinsi yang menjadi tempat sosialisasi. Di masing-masing provinsi ada satu anggota BSNP yang menjadi nara sumber. Pronvinsi yang menjadi tempat sosilasasi tersebut adalah Jawa Timur, Kalimantan Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah, Banten, Kalimantan Tengah, Riau, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Kebijakan UN
Seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional, BSNP telah melakukan penyesuaian POS Ujian Nasional 2020.
Sebagaimana kita ketahui bersama, sesuai dengan kebijakan tahap pertama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, UN tahun 2020 merupakan UN yang terakhir. Sebagai penggantinya, mulai tahun 2021 akan dilaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal dan Survei Karakter.
Menurut Abbul Mu’ti, sebelum terbit Permendikbud tersebut, BSNP telah menerbitkan POS UN 2020. Namun, dengan adanya Permendikbud tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu disesuaikan dalam POS UN sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan BSNP Nomor 0053/P/BSNP/I/2020 tentang POS Ujian Nasional 2020.
Jadwal UN 2020 maju 10 hari dibanding tahun 2019. UN SMK dimulai tgl 16-19 Maret 2020. Disusul dengan UN SMA/MA, SMP/MTs, Paket C/Ulya, dan Paket/Wustha. Kegiatan UN tersebut akan berakhir pada bulan Mei 2020.
UN Perbaikan (Ulangan) yang semula hanya untuk siswa SMA/MA, SMK/MAK, dan Paket C/Ulya diperluas untuk siswa SMP/MTs. Jadwal UNBK Paket B dan C di luar negeri dibuat fleksibel dengan rentang waktu (1 April s.d.10 Mei 2020), tidak ditetapkan tanggal khusus (fixed date).
Perbedaan lainnya adalah jumlah mata pelajaran yang diujikan dalam UN untuk pendidikan kesetaraan Program Paket C/Ulya, berubah dari 7 mapel menjadi 4 mapel. Empat mata pelajatan tersebut adalah Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan satu mata pelajaran pilihan sesuai jurusan (IPA atau IPS). Sedangkan untuk Program Paket B/Wustha, tetap 6 mata pelajaran. Sama dengan tahun kemarin.
Terkait dengan moda pelaksanaan UN, masih terdapa dua pilihan moda, yaitu Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dan Ujian Nasional Berbasis Kertas dan Pensil (UNKP). Mayoritas satuan pendidikan sudah menggunakan UNBK dan hanya sebagian kecil saja yang masih menggunakan UNBK.
Sementara itu data per tanggal 30 Januari 2020 dari Sekretariat UN Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kemendikbud menunjukkan peserta UN tahun 2020 sebanyak 8.154.177 siswa dari seluruh jenis dan jenjang pendidikan. Peserta UNBK sebesar 96.10% dan hanya 3.90% peserta UNKP. Pelaksana UNBK tahun 2020 mengalami peningkatan dibanding tahun 2019 (90.0%). Dari segi satuan pendidikan, UN 2020 diikuti oleh 103.235 sekolah/madrasah dengan catatan sebanyak 92.96% melaksanakan UNBK dan hanya 7.04% yang melaksanakan UNKP.

BSNP Bertemu Mendikbud
JAKARTA, BSNP — Senin (3/2/2020) pagi, seluruh anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sudah hadir di fungtion room Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mereka dijadwalkan bertemu dengan Mendikbud Nadim Makarim, untuk membicarakan sejumlah hal terkait dengan kebijakan dan program menteri. Selain itu, juga dibicarakan tentang hasil kerja dari BSNP.
Pada paparannya, Abdul Mu’ti antara lain menjelaskan tentang hasil kerja BSNP 2019 dan program kerja BSNP tahun 2020. Selain itu, juga memberikan penjelasan tentang persiapan Ujian Nasional, POS UN 2020.
Abdul Mu’ti juga mengingatkan soal implikasi ditiadakannya USBN tahun ini, dan penghapusan UN tahun depan. UN akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimal dan Survei Karakter.
Ia juga menyampaikan sejumlah pertanyaan yang muncul dimasyarakat, diantaranya tentang strategi implementasi asesmen.
BSNP telah melakukan penyesuaian POS UN yang telah ditetapkan melalui Peraturan BSNP No: 0053/P/BSNP/I/2020 tentang POS Ujian Nasional 2020, dengan mengacu Permendikbud No:43/2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional.
Namun, Mendikbud Nadim menjawab dengan “ringan” pertanyaan dari para anggota BSNP. Menurutnya, setiap perubahan pasti ada resikonya.