
BSNP Bertemu Mendikbud
JAKARTA, BSNP — Senin (3/2/2020) pagi, seluruh anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sudah hadir di fungtion room Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mereka dijadwalkan bertemu dengan Mendikbud Nadim Makarim, untuk membicarakan sejumlah hal terkait dengan kebijakan dan program menteri. Selain itu, juga dibicarakan tentang hasil kerja dari BSNP.
Pada paparannya, Abdul Mu’ti antara lain menjelaskan tentang hasil kerja BSNP 2019 dan program kerja BSNP tahun 2020. Selain itu, juga memberikan penjelasan tentang persiapan Ujian Nasional, POS UN 2020.
Abdul Mu’ti juga mengingatkan soal implikasi ditiadakannya USBN tahun ini, dan penghapusan UN tahun depan. UN akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimal dan Survei Karakter.
Ia juga menyampaikan sejumlah pertanyaan yang muncul dimasyarakat, diantaranya tentang strategi implementasi asesmen.
BSNP telah melakukan penyesuaian POS UN yang telah ditetapkan melalui Peraturan BSNP No: 0053/P/BSNP/I/2020 tentang POS Ujian Nasional 2020, dengan mengacu Permendikbud No:43/2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional.
Namun, Mendikbud Nadim menjawab dengan “ringan” pertanyaan dari para anggota BSNP. Menurutnya, setiap perubahan pasti ada resikonya.

BSNP Ubah Prosedur Operasional Standar Ujian Nasional
Jakarta (ANTARA) – Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengubah prosedur operasional standar ujian nasional 2020.
Ketua BSNP Dr Abdul Mu’ti MEd mengatakan bahwa Peraturan BSNP Nomor 0051/P/BSNP/XI/ 2019 tentang Prosedur Operasional Standar Ujian Nasional 2019/2020 tidak berlaku lagi dan sebagai gantinya BSNP menerbitkan Prosedur Operasional Standar Ujian Nasional yang baru.
“Perubahan ini dilakukan karena adanya perubahan nomenklatur di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, perubahan itu juga dilakukan sehubungan dengan penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 43 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan dan ujian nasional.
“Ada beberapa perbedaan antara POS UN sebelumnya dengan yang baru, namun lebih banyak terjadi karena perubahan nomenklatur di Kemendikbud,” katanya menggunakan singkatan dari prosedur operasional standar ujian nasional.
Abdul menjelaskan pula bahwa ujian akan dilaksanakan menggunakan komputer ataupun kertas pensil dengan ketentuan sekolah yang akan menyelenggarakan ujian nasional berbasis kertas pensil harus meminta persetujuan dari BSNP terlebih dahulu.
“Berdasarkan evaluasi kami, memang UNBK (ujian nasional berbasis komputer) memberikan akurasi yang lebih baik dan juga dalam pelaksanaannya lebih efesien,” katanya.
Ia mengatakan bahwa BSNP tidak lagi menerbitkan prosedur operasional standar Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) karena mulai tahun ini pelaksanaan USBN diserahkan ke sekolah.
Disalin dari Antaranews.com

USBN Diganti US Mulai 2020, Sekolah Bikin Soal Sendiri
Jakarta – Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengatakan Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) diganti mulai 2020. Ketua BSNP Abdul Mu’ti mengatakan nantinya yang berlaku adalah ujian sekolah (US).
“(Tahun) 2020 ini tidak ada lagi USBN dan karena itu, maka BSNP tidak menerbitkan POS USBN dan yang berlaku nanti adalah ujian sekolah,” kata Abdul Mu’ti di kantor BSNP, Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020).
Lebih lanjut, anggota BSNP Suyanto juga menegaskan USBN sudah ditiadakan. Dia mengatakan seluruh sekolah harus membuat soal ujian masing-masing.
“USBN sudah tidak ada karena begitu saya upload di Facebook saya, banyak yang bertanya ‘apa gantinya?’. Karena itu tolong ikut sosialisasikan bahwa sekolah itu harus bikin sendiri-sendiri gitu ya, karena USBN itu sudah nggak ada dan di daerah masih nunggu-nunggu. Nunggu-nunggu barang yang sudah tidak ada,” kata Suyanto.
Selain itu, BSNP mengeluarkan POS UN baru yang tertuang dalam Peraturan BSNP Nomor 0053/P/BSNP/I/2020. Menurut Abdul, POS UN yang baru tidak begitu memiliki perubahan yang signifikan.
“Ya saya kira sebenarnya perubahan yang mendasar itu lebih banyak terkait dengan perubahan nomenklatur di Kemendikbud. Kalau secara substantif penyelenggaraan ujian 2020 ini dengan POS yang baru tidak ada perubahan yang sangat mendasar dengan sebelumnya,” jelas Abdul.
“Misalnya untuk moda ujian nasional tetap saja kita menggunakan seperti tahun sebelumnya UN berbasis komputer dan berbasis kertas dan pensil,” sambung Abdul.
Sumber: Detik.com

BSNP: Tahun 2020 USBN Dihapus
Kementerian Pendidikan telah menerbitkan Permendikbud Nomor 43 tahun 2019. Dalam Permendikbud tersebut, diatur mengenai prosedur penyelenggaraan Ujian Nasional.
Berdasarkan Permendikbud tersebut, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan dihapuskan. Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Abdul Mu’ti mengatakan, untuk tahun ini USBN tidak akan dilakukan. “Tidak ada lagi USBN dan karena itu maka BSNP tidak menerbitkan pos USBN, dan yang berlaku nanti ujian sekolah,” kata Abdul di Kantor BSNP, Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (21/1).Nantinya, format penyelenggaraan ujian sekolah tersebut sudah tidak mengacu pada Kemendikbud. Tapi akan diserahkan kepada pihak sekolah. “Pelaksanaan ujian itu dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan,” tuturnya.

Abdul menjelaskan setiap sekolah dapat mengacu kepada Perkemendikbud Nomor 53 tahun 2015 mengenai pelaksanaan ujian sekolah.
“Dan karena itu bagaimana pelaksanaannya? Satuan pendidikan itu dapat mengacu kepada Permendikbud 53 tahun 2015. Nanti masing-masing satuan pendidikan bisa mengakses itu saya kira di internet,” ujarnya.
Abdul mengaku pihaknya masih membahas format ujian yang akan dilakukan pada 2021. Untuk saat ini, BSNP masih fokus pada pelaksanaan UN 2020.
“Jadi kami masih fokus pada pelaksanaan atau penyelenggaraan UN tahun 2020. Untuk 2020, nanti harus kita komunikasikan dulu dengan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai formatnya dan bagaimana pelaksanaannya. Saya kira begitu,” tutup dia.
Dilansir: Kumparan.com

BSNP Akan Kaji Format Pengganti UN 2021
Jakarta, Gatra.com – Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Abdul Mu’ti menegaskan pihaknya saat ini tengah mengkaji secara mendalam arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim terkait Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang tengah disiapkan sebagai Pengganti Ujian Nasional (UN).
Namun sembari mengkaji kebijakan tersebut, Abdul Mu’ti mengatakah pihaknya tetap mempersiapkan pelaksanaan UN 2020 yang masih akan berlangsung di tahun depan.
“Ujian Nasional kan untuk tahun ini masih berlaku, UN 2020 masih akan dilaksanakan. Yang nanti akan berubah adalah UN di tahun 2021. Maka dari itu, artinya berati kami masih ada waktu untuk mendiskusikan format kedepan,” Ujar Abdul Mu’ti di Kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (15/12).
Pria yang juga menjabat sebagai Sekertaris Umum PP Muhammadiyah tersebut mengatakan meskipun Mendikbud Nadiem memutuskan untuk mengganti format UN, namun format lanjutan tentaht pelaksanaan dan isi kompetensj masih bisa di diskusikan lebih lanjut. Sehingga, dirinya mengharapkan ada kajian lanjutan ke arah penyempurnaan asesmen tersebut kedepan.
“Memang dalam keputusan Mas Menteri semua masih terbuka. Apakah nanti fornatnga survei, uji kompetensi, seperti yang tadi disampaikan Mas menteri, masih konsep terbuka mengenai literasi atau numerasi kompetensi masih terbuka. Jadi nanti fromat untuk pelaksanaan 2021 akan kami bicarakan lebih lanjut,” Jelas Mu’ti.
Sementara itu, Mendikbud Nadiem Makarim sebelumnya juga telah menjelaskan kembali tentang konsep Merdeka Belajar yang ia utarakan dalam berbagai kesempatan. Teruntuk kebijakan UN, Nadiem sendiri menepis anggapan bahwa UN dihapus pasa tahun 2021. Nadiem menyebut yang benar, adalah UN diganti di tahun 2021.
“UN bukan dihapus tetapi digantikan dengan asesmen minimum yang sesuai dengan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional atau Sisdiknas.Hemat saya semua yang menentukan adalah guru, pungkasnya.
Sumber: berita gatra.com, 15 Dec 2019 20:53

Nadiem: Sederhanakan Aturan Standar Pendidikan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, diperlukan aturan standar pendidikan yang sederhana. Ini penting untuk mendorong guru mengembangkan diri dan beradaptasi dengan perubahan.
JAKARTA, KOMPAS — Berlakunya empat kebijakan pokok yang menekankan kepada kemerdekaan belajar dan berpikir membutuhkan regulasi terkait standar pendidikan yang juga padat dan ringkas. Di saat yang sama memberi guru otonomi untuk menerjemahkannya ke dalam skenario yang sesuai dengan keadaan di ruang kelas masing-masing.
”Prinsip utama empat pokok kebijakan pendidikan ini ialah agar kita semua tidak meremehkan kemampuan guru untuk mengembangkan diri dan beradaptasi dengan perubahan. Tapi, diperlukan juga aturan standar yang sederhana. Kalimatnya jangan multitafsir dan bisa dimengerti serta diterapkan oleh guru berkompetensi paling rendah sekalipun,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim ketika membuka diskusi ”Standar Nasional Pendidikan dan Arah Kompetensi Pendidikan 2045” di Jakarta, Jumat (13/12/2019). Diskusi diadakan oleh Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Ia menjelaskan prinsip dibentuknya empat pokok kebijakan mengenai evaluasi siswa secara kognitif dan portofolio oleh sekolah sebagai penentu kelulusan; mengganti Ujian Nasional menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter; peringkasan rencana pelaksanaan pemelajaran (RPP); dan praktik zonasi. Kemerdekaan belajar dan berpikir dimulai dari guru. Guru yang tidak memiliki kemerdekaan ini tidak akan bisa meneruskannya kepada siswa dan mengharapkan mereka untuk menjadi individu yang kreatif.
”Ketika guru menyusun RPP dengan memasukkan kompetensi inti dan dasar, pastikan guru memikirkan kegunaannya bagi siswa di masa depan. Jangan masukkan kompetensi yang sifatnya seremonial,” kata Nadiem.
Guru harus bisa menjabarkan arti kompetensi itu. Oleh sebab itu, perlu kemampuan guru merefleksikan materi pemelajaran dan poin-poin yang hendak dicapai siswa dan menentukan cara penilaiannya sendiri. Cara ini berbeda dengan sekadar menyelesaikan materi pelajaran demi mengejar tenggat waktu.

Revisi
Ketua BSNP Abdul Mu’ti dalam diskusi itu mengungkapkan berbagai usulan revisi standar. Dalam konteks profil lulusan, standar kompetensi harus sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. Pengajaran harus seiring dengan hal-hal baru yang dibutuhkan di dunia ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Ia menjabarkan, kohesi materi pelajaran setiap jenjang pendidikan diperhatikan dan di setiap jenjang itu pengajarannya langsung bisa diterapkan siswa di kehidupan.
”Pada aspek guru selama ini condong memperhatikan cara guru mengajar, bukan mutu pemelajaran yang diberikan guru. Revisi menekankan kepada pemenuhan mutu pemelajaran dan respons siswa terhadapnya. Cara mengajar dibebaskan kepada setiap guru,” tutur Mu’ti.

Pengelolaan sekolah juga diberikan kepada setiap kepala sekolah sehingga bisa membangun pendekatan yang kreatif dan cocok dengan demografi siswanya. Revisi ini mengubah banyak Peraturan Mendikbud yang usianya sudah lebih dari satu dekade hingga yang relatif baru. Permendikbud yang berubah antara lain nomor 19/2007, 69/2009, dan 22/2016.
Ditetapkan juga titik-titik lokal pembangunan manusia Indonesia unggul tahun 2045. Periode 2020-2025 digunakan untuk mengidentifikasi karakter dan profil Generasi Emas 2045. Adapun periode 2025-2035 dipakai menentukan indikator pembangunan Generasi Emas.
Kami usulnya agar sekolah-sekolah terakreditasi A dulu yang melaksanakannya karena mereka memiliki kesiapan dari segi guru, tata kelola sekolah, dan sarananya.
Menurut Mu’ti, perubahan tercepat ialah untuk standar operasional Ujian Sekolah Berstandar Nasional yang menurut Empat Pokok Kebijakan Pendidikan kini diserahkan sepenuhnya kepada sekolah dalam menentukan soal dan cara ujiannya.
”Kami usulnya agar sekolah-sekolah terakreditasi A dulu yang melaksanakannya karena mereka memiliki kesiapan dari segi guru, tata kelola sekolah, dan sarananya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pengurus Pusat Muhammadiyah Sungkowo menuturkan, hendaknya ujian sekolah tidak hanya untuk kelulusan siswa. Ujian ini alat yang baik untuk pemetaan internal sekolah dan kepala sekolah bisa melihat kendala pemelajaran yang bisa dicari solusinya bersama para guru sebelum meminta bantuan pemerintah.
Sumber: Berita Kompas, Sabtu (14/2/2019).

BSNP: Penghapusan UN Butuh Revisi Regulasi
Jakarta: Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim tentang penghapusan Ujian Nasional ( UN) pada 2021 harus dibarengi dengan merevisi regulasi yang mengaturnya. Penghapusan UN merupakan salah satu dari penyesuaian empat kebijakan pokok pendidikan “Merdeka Belajar” yang digagas Nadiem.
Hal tersebut dikemukakan Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Doni Koesoema. Menurutnya, amanat Undang-undang yang tercermin dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah negara melakukan evaluasi hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara nasional.
“Apa yang disampaikan Mendikbud Nadiem belum selaras dengan PP tersebut. Kecuali beliau akan merevisi PP yang disesuaikan dengan konsepnya tentang evaluasi. Intinya, proses pendidikan selalu melalui evaluasi agar ada alat ukur keberhasilan,” tegasnya.
Ditanya contoh negara negara yang meniadakan UN, menurutnya semua negara menerapkan standar ala UN atau ujian berstandar nasional. “Sejauh saya tahu banyak negara tetap menerapkan UN hanya fungsi dan tujuannya berbeda. Finlandia saja ada, tapi hanya di akhir tahun sebelum kelulusan ke universitas,” ujarnya.
Di Finlandia, lanjut dia, UN dilakukan pada akhir tahun sebelum masuk universitas dan dikaitkan dengan seleksi masuk universitas. Di Negara bagian AS, Massacchusset ada MCAS test.
Menguji matematika, sains, dan bahasa, “Sebab ini menjadi benchmark lulusan SMA di negara bagian Massachusett agar dapat bersaing dengan siswa lain yang masuk ke Silicon Valley,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno menyebut, soal yang akan diujikan dalam asesmen pengganti UN tersebut berisi kombinasi dari berbagai variasi model soal. Mulai dari esai hingga pilihan benar atau salah.
“Variasi banyak. Kombinasi antara esai, pilihan benar salah, mengurutkan, re-arrange, juga jawaban pendek. Tidak hanya satu jawaban,” jelas Totok kepada wartawan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu, 11 Desember 2019.
Totok menjelaskan, di sistem penilaian yang baru tidak akan mengujikan mata pelajaran seperti UN. Substansi pengujian ada pada literasi, pemahaman bahasa, penggunaan nalar, serta pemahaman wacana.
“Tidak ada mata pelajaran, tidak ada hafalan, lebih pada analisis penalaran,” terangnya.
Sumber: medcom.id, 13 Desember 2019 21:29

Nadiem Minta para Ahli di BSNP Ikuti Pakem Merdeka Belajar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memberikan arahan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) terkait penyusunan standar bagi siswa-siswi Indonesia.
Arahan itu diberikan dalam rangka menyokong program ‘Merdeka Belajar’ yang tengah digalakkan Kemendikbud.Kepada para ahli di BSNP, Nadiem menjelaskan kompetensi-kompetensi apa saja yang diperlukan siswa di masa ini. Katanya, kompetensi itu mulai dari kreativitas, kemampuan daya kolaborasi, daya pikir kritis, logika, pemecahan masalah hingga kemampuan untuk berempati.Untuk itu, Nadiem meminta agar para anggota BSNP menggali betul ihwal standar yang dinilai diperlukan murid itu, untuk kemudian bisa menyusun suatu standar yang memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang dibeberkan di atas.
“Kalau memang konsepnya ‘merdeka belajar’, dan itu arah kita, kita harus tahu kita mau menciptakan manusia seperti apa. Pertama itu dulu, punya kapabilitas apa di masa depan. Menurut saya tantangan masa depan dengan kompleksitasnya yang sangat tinggi, membutuhkan beberapa core kompetensi. Itu adalah kreativitas, kemampuan bekerja sama, critical thinking, computional logic (atau) kemampuan problem solving atau memecahkan masalah, kemampuan berempati,” ungkap Nadiem saat memberi sambutan di Century Park Hotel, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (13/12).

Nadiem mengatakan, untuk mencapai hal tersebut, BSNP perlu mengevaluasi setiap kerangka standar yang disusun dengan pertanyaan terkait sasaran standar tersebut. Sasaran tersebut, kata Nadiem, melibatkan dua unsur di dalamnya, yaitu guru dan murid.
“Jadi kita harus pastikan setiap kali kita menulis kompetensi dasar nasional, baik itu standar kurikulum, standar isi, standar proses, standar prasarana, semua standar itu harus difilter dengan satu pertanyaan: ini apa gunanya bagi murid di masa depan,” bebernya.Selanjutnya untuk guru-guru, Nadiem meminta agar standar-standar yang disusun,mestilah jelas dan bisa diterima dengan baik oleh guru-guru. Harapannya yaitu agar guru bisa mengartikulasikan standar itu dengan baik kepada murid.“Kedua, pada saat kita menulis kompetensi dasar, kita harus menanyakan siapa yang terjemahkan ini? Itu adalah guru. Jadi format dari standar nasional kita yang berhubungan dengan pembelajaran, utamanya itu adalah guru,” ujarnya.Terkait guru, Nadiem menekankan pentingnya penguatan kompetensi guru, khususnya dalam mengartikulasikakan standar-standar itu di dalam ruang kelas. Penguatan itu utamanya bagi guru-guru di daerah-daerah, yang dalam hal daya literasi bisa saja lebih tertinggal daripada guru-guru di kota-kota.

“Jadinya kalau bapak ibu menulis KD (kompetensi dasar) dan KI (kompetensi inti), melakukan FGD (focus group discussion) kepada guru-guru, bukan guru-guru di kota, tapi guru-guru di daerah. Bagaimana mereka menginterpretasikan itu, guru-guru di sekolah yang sosio-ekonominya rendah, waktu mereka membaca kalimat itu mereka mengerti nggak langsung maksud dari kompetensi itu?” tutur Nadiem.
Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Kemendikbud tengah menggalakkan program ‘merdeka belajar’ bagi siswa-siswi Indonesia.Sebelumnya, dalam pertemuan bersama kepala Dinas Pendidikan dari seluruh Indonesia, Nadiem menjelaskan ada empat program pokok kebijakan pendidikan ‘Merdeka Belajar’. Program tersebut meliputi perubahan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), UN, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.“Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada arahan Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” jelas Nadiem pada pertemuan di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (11/12).
Berita: Kumparan.com

Keluarkan 4 Program Merdeka Belajar, Nadiem: Ini Baru Langkah Awal
Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah mengeluarkan empat inisiatif program ‘Merdeka Belajar’. Nadiem mengungkapkan empat hal ini adalah langkah awal mencapai kemerdekaan belajar.
“Apa itu cukup, sudah jelas tidak cukup. Itu baru step pertama kita untuk mencapai kemerdekaan belajar,” kata Nadiem di Diskusi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) di Hotel Century Park, Jalan Pintu Satu Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2019).
Nadiem menegaskan empat kebijakan yang telah dikeluarkan adalah langkah pertama menuju kemerdekaan belajar. Kemudian dia pun menyinggung beberapa isu yang belum dikaji, seperti soal penyederhanaan kurikulum hingga kesejahteraan guru.
“Belum ngomongin kompetensi guru, bagaimana meningkatkannya, belum membicarakan kesejahteraan guru, belum membicarakan penyederhanaan kurikulum, penyederhanaan kompetensi dasar dan lain lain, itu belum kita… ini baru step pertama saja,” ungkap Nadiem.
Menurutnya, proses pembelajaran terjadi dengan ada empat kebijakan baru ini. “Pada saat guru-guru ini dibebaskan, dibebaskan tapi juga dipaksakan untuk berpikir untuk pertama kalinya, di sinilah proses pembelajaran baru dimulai sekarang,” tutur Nadiem.
Seperti diketahui, Nadiem mengungkapkan empat kebijakan strategisnya adalah soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Zonasi. Menurutnya, perubahan kebijakan ini adalah langkah pertama dalam menciptakan kemerdekaan belajar di Indonesia.
“Dengan adanya perubahan di sistem asesmen kita, yaitu ujian sekolah dikembalikan lagi kepada sekolah. Ujian nasional tidak mengukur penguasaan materi, tapi penguasaan kompetensi, RPP disederhanakan jadi satu halaman, dan zonasi masih bisa mengakomodasi anak-anak berprestasi. Kita memberi langkah pertama kemerdekaan belajar di Indonesia,” kata Nadiem dalam rapat koordinasi Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota Se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
Sumber: detik.com, Jumat, 13 Des 2019 19:22 WIB

BSNP Selesaikan Hasil Finalisasi SKL
JAKARTA, BSNP — Rapat pleno Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Kamis (05/12/2019) dipimpin Ketua BSNP Abdul Mu’ti, didampingi anggota BSNP Ki Saur Panjaitan XII.
Rapat ini dihadiri anggota BSNP Ali Saukah, Doni Koesoema A, Imam Tholkhah, Poncojari Wahyono, Pdt Henriette T Hutabarat Lebang, dan Waras Kamdi. Selain itu, juga dihadiri tim ahli yang dilibatkan dalam penyiapan Standar Kompetensi Lulusan, serta tim pengolah data.
Rapat pleno ini, menyelesaikan hasil finalisasi SKL yang sudah disinkronisasi sebelumnya. Dalam rapat pleno ini, sudah tidak banyak perdebatan. Hanya saja, beberapa poin membutuhkan kesepakatan dan pengambilan keputusan oleh BSNP.

BSNP Akan Persiapkan Masukan Untuk Mendikbud
JAKARTA, BSNP — Rapat Pleno Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Senin (2/12/2019) dipimpin Sekretaris BSNP KH Arifin Junaedi. Rapat pleno dihadiri anggota BSNP Ali Saukah, Ki Saur Panjaitan XII, Bambang Suryadi, Bambang Setiaji, Imam Tholkhah, Kiki Yuliati, Suyanto, Poncojari Wahyono, Waras Kamdi, Hamid Muhammad, Henriette T Hutabarat Lebang, dan Doni Koesoema A.
Rapat pleno ini diantaranya membahas persiapan untuk workshop pendidikan berbasis standar, yang hasilnya nanti akan menjadi masukan bagi mendikbud.
Secara paralel, tim ahli, pengolah data dan BSNP, juga sedang bekerja menyelesaikan naskah akademi Arah Kompetensi 2045, dan standar kompetensi lulusan.

BSNP Persiapkan Masukan Bagi Mendikbud
JAKARTA, BSNP — Rapat Pleno Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Senin (2/12/2019) dipimpin Sekretaris BSNP KH Arifin Junaedi. Rapat pleno dihadiri anggota BSNP Ali Saukah, Ki Saur Panjaitan XII, Bambang Suryadi, Bambang Setiaji, Imam Tholkhah, Kiki Yuliati, Suyanto, Poncojari Wahyono, Waras Kamdi, Hamid Muhammad, Henriette T Hutabarat Lebang, dan Doni Koesoema A.
Rapat pleno ini diantaranya membahas persiapan untuk workshop pendidikan berbasis standar, yang hasilnya nanti akan menjadi masukan bagi mendikbud.
Secara paralel, tim ahli, pengolah data dan BSNP, juga sedang bekerja menyelesaikan naskah akademi Arah Kompetensi 2045, dan standar kompetensi lulusan.

Ketua BSNP Bicara Soal UN
JAKARTA, BSNP — Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Abdul Mu’ti mengatakan, sepanjang PP 19/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang mengatur tentang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tidak ada perubahan, maka dengan sendirinya UN tetap akan dilaksanakan.
“Kalau pemerintah mengubah PP 19 dan menerbitkan PP baru dimana meniadakan penyelenggaraaan UN, maka dengan sendirinya BSNP tidak menyelenggarakan UN. Tetapi, kalau PP masih dipertahankan, maka UN tetap ada,” ujarnya disela-sela workshop finalisasi standar nasional pendidikan dan Arah Kompetensi 2045 di Jakarta, Kamis (28/11/2019) petang.
Abdul Mu’ti menjelaskan, dalam UU No 20/2003 tentang Sisdiknas. Indonesia menganut sistem berbasis standar. Langkah ini, sebagai salah satu upaya untuk memastikan dan menjamin tersedianya, atau diberikannya layanan pendidikan yang bermutu bagi warga. Untuk itu, maka pemerintah menetapkan standar nasional pendidikan, sebagai kriteria minimal yang menjadi parameter tercapainya standar nasional pendidikan.
“Untuk menilai keberhasilan standar nasional dilakukan evaluasi, salah satunya UN dan USBN,” ujarnya.
Menurut Mu’ti, harus ada evaluasi yang dilakukan guru sebagai pendidik, dan evaluasi yang dilakukan pemerintah, serta evaluasi yang dilakukan oleh suatu satuan pendidikan. Semua memiliki muara untuk memetakan dan menilai, keberhasilan dan serta ketercapaian, tidak hanya proses belajar mengajar, tetapi juga pemetaan dan ketercapaian tujuan pendidikan baik, individual, institusional maupun nasional,” ujarnya.
UN
Menurut Abdul Mu’ti, banyak diskusi, studi dengan melihat sistem yang ada diberbagai negara tentang unjian nasional. UN, bukan sesuatu khas Indonesia. “Di Australia, AS, Singapura, Korsel dan berbagai negara juga ada,” ujarnya.
Hanya saja, menurut Abdul Mu’ti, yang membedakan UN di Indonesia dan negara lain itu adalah sistem pelaksanaan ujian. “Kita, dalam sejarah ujian mengalami pelaksanaan dinamis. UN PP 19/2015 jadi penentu kelulusan, tetapi kemudian mengalami perubahan UN tidak menentukan kelulusan,” ujarnya.

Nadiem Akan Hapus Ujian Nasional? Ini Kata Kemendikbud
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dikabarkan sedang mempertimbangkan menghapus Ujian Nasional. Menurut Koran Tempo, Rabu, 27 November 2019, Kemendikbud saat ini tengah mematangkan rencana menghapus Ujian Nasional.
Dalam laporan itu disebutkan, seorang pejabat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, serta seorang anggota staf khusus Mendikbud Nadiem Makarim, ikut membedah persoalan ini bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Selasa.
Ketua BSNP, Abdul Mu’ti, membenarkan adanya pertemuan yang mengulas evaluasi kebijakan dan regulasi untuk meningkatkan mutu pendidikan itu. “Kami mengeksplorasi berbagai sistem evaluasi, salah satunya soal ujian nasional,” kata Abdul, kepada Koran Tempo.
Namun, menurut dia, diskusi yang berlangsung selama dua jam itu belum secara khusus membahas persoalan ujian nasional. Pembahasan masih berkutat perihal kebijakan tentang peningkatan mutu pendidikan. Meski belum ada keputusan resmi, Abdul Mu’ti memastikan lembaganya setuju jika Kementerian Pendidikan menghapus ujian nasional. “Secara kelembagaan, BSNP akan mengikuti apa pun keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Abdul Mu’ti.
Menurut Sekretaris BSNP Arifin Junaidi, ada dua pilihan yang berkembang saat ini, yakni menghapus ujian nasional atau tetap mengadakan ujian nasional tapi tidak lagi diperuntukkan bagi siswa kelas III sekolah menengah atas (SMA) ataupun sekolah menengah pertama (SMP). Ujian nasional, kata dia, akan dikhususkan bagi siswa kelas II atau kelas VIII SMP dan kelas XI SMA. “Tapi, sampai saat ini, belum ada yang final. Yang sudah final itu adalah ujian nasional tetap ada pada 2020,” katanya.
Arifin mengatakan tujuan ujian nasional yang dikhususkan untuk siswa kelas II itu memberi kesempatan bagi sekolah untuk mengevaluasi dan memperbaiki kemampuan siswanya. Dia menambahkan, ujian nasional kelak tidak lagi hanya bertujuan memenuhi standar kompetensi lulusan.
Keinginan menghapus ujian nasional pertama kali dicetuskan oleh Nadiem Makarim dua pekan setelah ia resmi menjabat Mendikbud. Nadiem mengatakan akan mengkaji pelaksanaan ujian nasional serta penerimaan siswa baru berdasarkan zonasi.
Sumber Tempo di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan Kementerian tengah membuat penilaian sebagai pengganti ujian nasional dan ujian sekolah berbasis nasional. Perubahan assessment dibuat karena kualitas pembelajaran di sekolah yang masih rendah. “Percakapannya ihwal apa yang dibutuhkan anak untuk masa depan, seperti keterampilan berpikir,” katanya.
Ia mengatakan Kementerian Pendidikan berencana mengumumkan perubahan assessment tersebut saat pengumuman Programme for International Student Assessment (PISA), pekan depan. PISA adalah evaluasi sistem pendidikan di 72 negara, termasuk Indonesia, yang digagas Organisation for Economic Cooperation and Development.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan, Ade Erlangga Masdiana, membenarkan Kementerian sedang mengkaji ujian nasional. Namun tak akan membuat keputusan apa pun soal ujian nasional sebelum hasil kajian tersebut rampung.
Meski begitu, ia memastikan, Ujian Nasional 2021 akan berbeda dengan saat ini. Tapi ia masih merahasiakan perbedaan tersebut. “Belum bisa disampaikan. Tunggu saja,” kata Ade.
Sumber: berita Tempo, Kamis, 28 November 2019 05:43 WIB

BSNP Bahas Soal UN dan USBN
JAKARTA, BSNP — Rapat Pleno Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Selasa (26/9/2019) membahas soal UN dan USBN. Rapat pleno dipimpin Ketua BSNP Abdul Mu’ti, didampingi Sekretaris BSNP Arifin Junaedi.
Rapat pleno dihadiri anggota BSNP Ali Saukah, Romo E Baskoro Poedjinoegroho, Bambang Suryadi, Imam Tholkhah, Suyanto, Kiki Yuliati, Suyanto, Poncojari Wahyono, Waras Kamdi, dan Hamid Muhammad.
Rapat pleno membahas tentang masa depan USBN dan UN dalam sistem pendidikan nasional. Rapat ini menghadirkan Kepala Pusat Pengujian, Balitbang Kemdikbud Muhammad Abduh, dan Viona Handayani, staf khusus Mendikbud.
Pembahasan tentang USBN dan UN, menjadi tema utama pada rapat pleno BSNP ini. Beragam argumentasi dan pandangan, disampaikan dalam forum ini.

BSNP Sedang Menyelesaikan Arah Kompetensi 2024
JAKARTA, BSNP — Rapat Pleno Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Senin (25/9/2019) dipimpin Ketua BSNP Abdul Mu’ti, didampingi Sekretaris BSNP Arifin Junaedi. Rapat pleno dihadiri anggota BSNP Ali Saukah, Romo E Baskoro Poedjinoegroho, Ki Saur Panjaitan XII, Bambang Suryadi, Imam Tholkhah, Kiki Yuliati, Suyanto, Poncojari Wahyono, Waras Kamdi, dan Doni Koesoema A.
Rapat dimulai dengan pembahasan tentang persiapan workshop untuk menyelesaikan AK 45 dan SNP.
Bambang Suryadi mengatakan, kriteria tim ahli yang diundang adalah pernah terlibat dalam pengembangan SNP dan penyusunan AK 46. Orang yang mau bekerja, bukan sekedar memberikan masukan atau berwacana. Itu sebabnya, perlu dipastikan lagi kesediaan dari orang-orang yang diundang.
Arifin mengingatkan, dalam pembahasan standar isi, untuk materi agama perlu diundang tim pengembang, dan orang-orang yang mau memberikan masukan.