
BEKASI, BSNP-INDONESIA.ORG — Untuk pertama kalinya sejak Pandemi Covid-19 menyerang Indonesia, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menggelar pleno secara hybrid (luring dan daring), pada Senin (21/6/2021). Sebelumnya, sejak akhir Maret tahun 2020, BSNP menggelar rapat pleno dan kegiatan pembahasan standar dengan daring.
Pleno pada Senin ini, dibuka oleh Ketua BSNP Abdul Mu’ti dan dihadiri semua anggota BSNP secara luring dan daring. Pleno ini, antara lain membahas progres pembahasan Standar Sekolahrumah, dan Standar Layanan Khusus. Selain itu, juga membahas tentang persiapan empat kegiatan lainnya, yang direncanakana akan dimulai pada pertengahan bulan Juli 2021.
Salah satu maslah yang krusial dalam pelaksanaan empat kegiatan tersebut adalah penentuan Tim Ahli yang akan terlibat dalam pembahasan standar yang dilakukan oleh BSNP.
Dalam rapat pleno tersebut, anggota BSNP Romo Baskoro Poedjinoegroho mengatakan, negeri ini tampaknya memang harus mengatur semuanya atau memperhatikan semuanya. Memang sejauh yang ia ketahui, soal regulasi setiap sekolah itu diharapkan menjadi inklusif, itu bagus. Tetapi, menurutnya, regulasi itu bukan sesuatu yang gampang untuk dilaksanakan.
“Saya tidak tahu, sekolah yang ditunjuk pemda jadi inklusisf itu pelaksanaannya seperti apa. Misalnya di Kanisius, penerapan inklusi itu tidak segampang yang di bayangkan sebelumnya,” ujarnya.
Inklusi itu, menurut Romo Baskoro, bukan sekedar akan akan berikan layanan pendidikan, tetapi pihak penyelenggara pendidika juga harus memikirkan arsitektur bangunan yang harus disesuaikan. Bentuk penyesuaian itu tidak kecil. Misalnya toilet yang diperlukan seperti apa, standar pintu masuk dan keluar bagaimana.
“Apalagi kalau punya tangga, perlu ada rel untuk anak yang difabel agar bisa nyaman saat berpindah tempat dari lantai bawah ke atas dan sebaliknya. Saya tidak bisa bayangkan, kalau gedungnya tidak satu lantai. Apa bisa tanpa lif. Kita yang punya lif di Kanisius saja, tidak gampang mendesain itu. Itu dari segi arsitekturnya. Masih banyak hal lain yang memang kita berkehendak baik, tapi itu tidak gampang,” ujarnya.
Menurut Romo Baskoro, untuk Pendidikan Layanan Khusus ini membutuhkan sumber daya manusia yang juga khusus. Jadi, tidak semua guru bisa. Dengan demikian, ia mengatakan, pengelola sekolah juga dituntut menyediakan manajemen sekolah yang tidak biasa juga.
“Lantas dari sana, pikiran saya teringat pada Sekolahrumah. Bisa jadi, beririsan dengan Sekolah Khusus yang sangat respon sesuai kebutuhan anak,” ujarnya.